Pilkada serentak yang telah dilaksanakan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir telah membawa dampak besar terhadap sistem politik dan pemerintahan di Indonesia.Â
Sebagai bagian dari upaya demokratisasi, pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi langkah maju dalam memperkuat partisipasi politik rakyat. Namun, setelah beberapa dekade pelaksanaannya, sudah waktunya kita meninjau ulang Undang-Undang Pilkada dengan lebih kritis. Banyak aspek dalam UU Pilkada yang perlu diubah secara total demi tercapainya sistem pemerintahan yang lebih adil, efektif, dan berdaya saing tinggi.
**1. Mengurangi Politisasi Birokrasi**
Salah satu masalah yang sangat terlihat dalam pelaksanaan Pilkada adalah politisasi birokrasi. Kepala daerah yang terpilih cenderung mengganti atau mempengaruhi birokrasi dengan orang-orang yang memiliki afiliasi politik yang sama. Hal ini tentu saja merusak independensi birokrasi dan berpotensi menurunkan kinerja pemerintahan. Dalam UU Pilkada, perlu diatur secara ketat mengenai pembatasan kewenangan kepala daerah dalam melakukan perubahan struktural di dalam birokrasi agar lebih fokus pada pelayanan publik daripada kepentingan politik.
**2. Penguatan Mekanisme Pencalonan**
Mekanisme pencalonan dalam Pilkada juga membutuhkan reformasi besar-besaran. Saat ini, syarat pencalonan yang berlaku cenderung mendukung partai politik besar dan menghambat calon independen untuk bersaing secara adil. Sistem ini pada akhirnya memperkuat oligarki partai politik dan membatasi ruang gerak bagi calon-calon potensial yang tidak berafiliasi dengan partai besar. UU Pilkada harus memberikan kemudahan dan akses yang lebih luas bagi calon independen, serta meninjau ulang ambang batas dukungan yang saat ini memberatkan.
**3. Peningkatan Kualitas Kampanye dan Pemilih**
Kampanye politik di Indonesia sering kali tidak lebih dari sekadar adu kekuatan finansial dan popularitas. Kandidat yang memiliki modal besar lebih diuntungkan, sementara kandidat dengan gagasan inovatif tapi kurang dana sering kali tenggelam. UU Pilkada harus mengatur dengan lebih tegas mengenai batasan dana kampanye dan transparansi sumber dana, sehingga pemilih bisa menilai calon berdasarkan gagasan dan program kerja, bukan semata-mata berdasarkan citra yang dibangun lewat uang.
Di sisi lain, kualitas pemilih juga perlu ditingkatkan. Pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu harus memperkuat program pendidikan politik, agar masyarakat dapat memilih dengan lebih cerdas dan rasional. Pemilih yang teredukasi dengan baik akan mampu menilai program kerja calon dengan lebih objektif, dan bukan terjebak pada politik identitas atau pragmatisme jangka pendek.
**4. Menangani Politik Dinasti dan Korupsi**