Mohon tunggu...
Dimas Marcellyo
Dimas Marcellyo Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menilik Fleksibilitas Penerapan Hukum Internasional Terkait Konvensi Pengendalian Narkoba oleh PBB

31 Juli 2024   11:44 Diperbarui: 31 Juli 2024   11:47 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ketidakpuasan dengan adanya sistem PBB mengenai pengendalian narkoba yang lebih berorientasi pada larangan-larangannya, semakin banyak negara yang mengajukan tinjauan dalam traktat yang ada. Beberapa tahun terakhir telah dilakukan oleh beberapa
negara untuk meginplementasi, diskusi, dan tolerir peraturan narkoba yang mengeksploitasi ruang gerak dalam payung hukum dari rezim kontrol narkoba secara global. Hal itulah yang mendorong akan adanya kesadaran bahwa konvensi-konvensi PBB masih berperan besar sebagai rintangan bagi masuknya penggunaan narkoba dalam level nasional.

Sistem sekarang yang mengatur tentang pengendalian narkoba ada dalam 3 regulasi
konvensi internasional, yaitu
- The 1961 Single Convention on Narcotic Drugs,
- The 1971 Convention on Psychotropic Substances, dan
- The 1988 Convention against Illicit Traffic in Narcotics and Drugs Psychotropic
Substances.


Landasan utama dari rezim pengendalian narkoba secara global adalah The Single Convention, karena berperan menggantikan perjanjian-perjanjian internasional yang sudah dikembangkan sejak awal abad 20an. Single Convention merumuskan simplifikasi dari teknis pengendalian narkoba internasional dengan dibuatnya Badan Pengendalian Narkoba Internasional (International Narcotics Control Board). Badan ini bertanggung jawab atas pengawasan implementasi dari ketiga konvensi PBB terkait narkoba tersebut.
Dibuat sebagai komplementer dari Single Convention, 1971 Convention merupakan hasil dari petumbuhan kekhawatiran global terkait efek yang dapat merusak dari substansi psikotropika, termasuk di dalamnya obat-obatan sintetis seperti amphetamin, barbituar, dan LSD. Mirip dengan konvensi sebelumnya, 1971 Convention menggolongkan substansi psikotropika menjadi 4 berdasarkan ketergantungan seseorang dan potensi penyalahgunaan serta nilai terapis dari substansi tersebut.


1988 Convention didesain untuk menghadapi perkembangan penyelundupan substansi ilegal dalam ranah internasional pada era 70 dan 80an karena konvensi internasional seblumnya hanya dapat mengatasi isu tersebut secara terbatas. Konvensi ini menyediakan
ukuran-ukuran komperehnsif dalam melawan penyelundupan narkoba, termasuk di dalamnya upaya pengaturan terkait pencucian uang, pembekuan aset, dan persetujuan mutual dalam bantuan hukum dan pengalihan fungsi.

Fleksibilitas Konvensi
Penting halnya bagi setiap negara untuk mengapresiasi semua konvensi yang tidak dilakukan secara paksa. Hal ini biasanya berarti bahwa konvensi menetapkan obligasi bagi para negara untuk diaplikasikan sebagai hukum internasional, karena hukum yang diciptakan tidak secara langsung dapat diberlakukan. Walaupun sering menuai kritikan dari peraturan nasional, INCB, sebagai badan yang bertanggung jawab dalam mengawasi operasi dan efektivitas traktat, tidak memiliki kekuatan formal untuk mendorong implementasi konvensi tersebut kepada ngeara anggota, dan juga tidak mampu untuk menghukum para pihak yang tidak ikut berkompromi.

Otonomi hukum nasional biasanya dibasiskan dari hukum internasional terdahulu. Maka dari itu, negara-negara anggota diharuskan untuk tetap terikat pada UN Conventions sesuai dengan ketentuan dalam Vienna Convention on the Law of Treaties 1969. Situasi seperti ini pastinya meninggalkan sebagian runag untuk menginterpretasi dalam level nasional dan mengakibatkan adanya kekarakteristikan dari suatu negara dengan landasan kebebasan saat merumuskan peraturan hukum nasionalnya. Hal itulah yang menyebabkan adanya variasi dalam negara-negara Eropa, termasuk di dalamnya legalisasi kepemilikan personal kanabis dalam beberapa negara.


Walaupun hal tersebut dapat memunculkan gagasan bahwa fleksibilitas hanya akan mengesampingkan makna dan tujuan dari adanya suatu konvensi, terutama pada konvensi yang lebih ketat seperti konvensi 1988, negara-negara memiliki posisi hukum yang kuat saat
berpendapat bahwa mereka masih beroperasi dalam parameter yang telah ditetapkan dalam legislasi internasional. Poin inilah yang menjadi titik berat dari INCB. Badan tersebut secara terang mengakui liberisasi hukum kanabis di Eropa yang disetarakan dengan tujuan utama dari traktat pengendalian narkoba internasional.


Tujuan dari PBB terkait narkoba harus disandingkan dengan sejenis larangan global mengenai penyalahgunaan narkoba tersebut. Sentralisasi dalam prinsip yang membatasi narkotika dan obat psikotropika untuk keperluan medis dan sains tidak boleh meninggalkan ruangan atau celah yang dapat digunakan untuk kesenangan sejenak. Beberapa negara mungkin akan mendorong ambang batas sistem internasional, namun adanya segala bentuk tindakan yang secara formal melegalisasikan penggunaan narkoba yang bukan demi kepentingan medis dan sains mengartikan bahwa harus diadakan revsi traktat atau secara utuh maupun sebagian penarikan diri dari rezim yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun