kg, sehingga berdampak signifikan pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pedagang kecil serta tentunya masyarakat miskin perkotaan yang sangat membutuhkannya.
Dalam sepekan ini, Jakarta mengalami kelangkaan gas  3Dilansir dari Okezone, salah satu faktor utama penyebab kelangkaan gas 3 kg ini adalah pengurangan kuota distribusi elpiji bersubsidi untuk Jakarta pada tahun 2025.Â
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) Jakarta, Hari Nugroho, menyatakan bahwa terjadi penurunan kuota sekitar 1,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.Â
"Dikarenakan antara usulan kuota elpiji subsidi untuk Jakarta di 2025 lebih kecil dari realisasi penyaluran elpiji di 2024, ada pengurangan sekitar 1,6 persen," ujarnya.
Selain itu, dikutip dari iNews, disparitas harga antara elpiji bersubsidi 3 kg dan non-subsidi juga menjadi penyebab utama kelangkaan.Â
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menjelaskan bahwa perbedaan harga yang signifikan membuat konsumen non-subsidi beralih ke elpiji 3 kg.Â
"Kalau 3 kg itu harga subsidi sekitar Rp 6.300 per kg. Tapi kalau untuk 12 kg itu harganya Rp 17.000 per kg, ini cukup tinggi sehingga menggoda konsumen untuk migrasi," kata Fahmy.
Dari laporan Kompas.com, kebijakan distribusi yang kurang optimal turut berkontribusi terhadap kelangkaan ini.Â
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti bahwa aturan distribusi yang diterapkan oleh Pertamina tidak berjalan dengan baik di beberapa wilayah, terutama daerah terpencil.Â
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, mengatakan bahwa regulasi terkait distribusi gas elpiji kurang mendapat sosialisasi yang baik.Â
"Pertamina kan bikin aturan dan kebijakan. Untuk pengecer ini akses jualnya hanya 20 persen saja. Tampaknya ini ada sosialisasi yang kurang kenceng lah," ujarnya.