Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Apapun Hasil Pilkada Hari Ini, Tak Perlu Baper Apabila Jagoannya Kalah

27 November 2024   06:43 Diperbarui: 27 November 2024   12:26 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya, jika kita coba renungi, ini menjadi sesuatu yang miris dan bisa "bikin meringis", setidaknya ini menurut anggapan saya pribadi yang telah melewati masa pemilu sejak era orde baru hingga kini.

Proses demokrasi ini tentu sangat penting untuk menunjuk siapa yang kelak akan memimpin dan menjalankan amanah rakyat, yang notabene (jika itu pun disadari), merupakan suara Tuhan.

Suara Tuhan mewujud lewat mereka agar senantiasa bisa mengatur semesta yang dipimpinnya dan menyejahterakan rakyatnya.

Namun, di dalam praktiknya, banyak fenomena "kemanusiaan" terjadi, dimana kerap terjadi penyelewengan berupa Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang pada akhirnya justru menyengsarakan rakyat.

Dan fenomena lainnya kerap terjadi aksi-aksi fanatisme dari para pendukung yang kemudian diklaim menjadi masyarakat, sehingga ada anggapan rakyat terpecah.

Kondisi sebenarnya, jika disadari, bukannya rakyat yang terpecah belah, tapi mereka yang fanatik itulah melakukan aksi "berkoar-koar" di media sosial.

Padahal di era sekarang ini, media sosial sudah dianggap sebagai sumber informasi valid dan tershahih, sehingga apapun yang tersaji di sana adalah benar!

Masyarakat yang sesungguhnya tidak benar-benar masuk ke dalam kancah perseteruan pun jadi terpengaruh pola pikirnya sehingga mereka jadi ikut-ikutan.

Mereka lupa bahwa tugasnya hanyalah memilih calon pemimpin, bukan menjadi pengikut fanatik para calon pemimpin tersebut.

Hingga tak heran ketika pola pikir mereka sudah tergeser sampai demikian, gesekan pun terjadi, minimal terciptalah fenomena baper berjamaah.

Mulai dari fenomena baperan dari peristiwa 212 hingga fenomena ngambeknya "anak abah" alias para pendukung fanatik Anies Baswedan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun