Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Potong Satu Generasi Bangsa Mustahil? Lihat STY dan Erick Thohir dengan Timnas Sepakbolanya

23 November 2024   07:07 Diperbarui: 23 November 2024   08:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan mentang-mentang mereka dari Belanda, lantas ada yang mengecap mereka tidak nasionalis. Jas Merah, kata Bung Karno, jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Di masa sebelum kemerdekaan kita punya catatan "indah" tentang "pembelotan" orang Belanda yang mati-matian membela Pribumi. Kebetulan keduanya adalah sedarah, namanya Eduard Douwes Dekker dan Ernest Douwes Dekker.

Eduard dan Ernest hidup di zaman yang berbeda. Eduard hidup pada abad ke-19, sementara Ernest baru lahir pada pertengahan abad ke 19. 

Eduard dikenal sebagai Multatuli, sang penulis buku Max Havelaar, sedangkan Ernest dikenal sebagai salah satu tokoh dalam tiga serangkai (bersama Dr.Tipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantoro).

Tiga Serangkai merupakan pelopor nasionalisme Indonesia yang mendirikan Indische Partij. Jauh sebelum era Soekarno, Hatta dan Syahrir.

Eduard dikenal sebagai Multatuli, sang penulis buku Max Havelaar, sedangkan Ernest dikenal dengan nama Danudirja Setiabudi.

Buku Max Havelaar kemudian dibuat film pada tahun 1976, silahkan lihat di sini.

Dan kini legiun muda Belanda yang diturunkan STY anggaplah sebagai generasi penerus Douwes Dekker, putih kulit mereka dan mancung hidungnya, tapi hatinya merah putih, mungkin lebih nasionalis dari kita!

Jika ingin memotong satu generasi di bangsa ini untuk benar-benar mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045 agar tak menjadi Indonesia tewas, sepertinya langkah-langkah dari olahraga sepak bola ini patut ditiru.

Lihat efek nasionalisasi yang secara spontan tercipta saat di akhir pertandingan "kandang", penonton masih betah duduk demi menangis haru bersama sambil menyanyikan lagu Tanah Airku yang diciptakan oleh Ibu Sud.

Syair lagu yang indah seolah menyatukan hati kita di setiap selesai menyaksikan perjuangan anak-anak muda Belanda berdarah Indonesia tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun