Memang, itu faktanya, selama kita memiliki fisik dan mental yang tahan banting maka menulis skenario itu sangat mengasyikan. Lho, sampai seperti itu?
Iya, karena sebagai penulis skenario, seseorang itu harus menyadari bahwa karya tulisnya tersebut adalah blue print atau cetak biru yang menjadi pedoman seluruh kerabat kerja dan aktor/aktrisnya.
Meski berbicara profesional, yaitu fokus kepada isi cerita skenarionya, namun kenyataannya menulis skenario itu harus pula memikirkan bagaimana agar skenarionya itu "terjual".
Maka jika kita masih membayangkan dengan pemahaman konvensional, alias menawarkan skenario dari rumah produksi satu ke rumah produksi lainnya, atau dari stasiun tv satu ke tv lainnya, maaf saja, kondisinya tidaklah demikian.
Produser film ataupun televisi biasanya sudah memiliki penulis jagoannya dan enggan memberikan kesempatan ke penulis baru.
Kejam? tergantung dari sudut pandang mana nih memandangnya...
Jika dari sudut pandang penulis tentu perilaku seperti ini sangatlah kejam. Namun jika dibalik dan kita coba memahami para produser itu tentu akan lain.
Prinsipnya, jika sudah memasuki ranah industri, maka komersialisasi adalah fokus utamanya. Bahasa gampangnya, si produser itu adalah "pedagang" yang tak mau rugi.
Jika Anda menjadi pedagang, tentu mau barang dagangannya laris dan menguntungkan bukan? kurang lebih seperti itulah ilustrasinya, meski banyak sekali kriteria mereka yang menyebabkan situasinya menjadi sedemikian "barbar"nya.
Menulis skenario dengan benar itu pun tidak mudah. Maksudnya?
Kalau Anda menulis hanya sekadar menulis dan yang penting tayang, tidaklah perlu terlalu sulit memikirkan isi ceritanya. Namun, juga bukan berarti asal-asalan.