Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Bukan Bapakku

25 September 2024   06:49 Diperbarui: 25 September 2024   07:44 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya itu kan pandangan dia," Satrio terus tak mau kalah.

"Ya itulah kamu, kalo dibilangin selalu nggak mau terima. Gitu kok bilang anaknya keras kepala. Ngaca, Yo. Ngaca." Pandhito berkata tajam namun tetap dengan pembawaannya yang tenang.

Satiro kembali tertunduk diam.

"Sudahlah, aku nggak pernah minta kamu harus berubah. Percuma. karena perubahan itu nggak bisa dipaksakan. Perubahan itu harus datang dari kesadaran kamu sendiri. Kamu harus sadar bahwa cara kamu selama ini adalah salah. Anak itu nggak hanya minta materi, tapi ia juga minta perhatianmu. Belum terlambat. Semua masih bisa diubah. Permasalahannya, kamunya mau berubah apa nggak?"

Satrio makin terdiam, hatinya yang masih perih oleh sikap Mutiara, kini ditambahi. Bagaikan luka yang ditusuk tombak saja.

"Menjadi orang tua itu nggak ada sekolahnya. Tapi sepanjang hidupnya dia harus terus belajar untuk jadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya. Jangan pernah merasa benar sendiri, tapi ajak anakmu mengenal kebenaran di luar versi dirinya. Komunikasi kuncinya. Ngobrol."

Dan Satrio mengakui pada akhirnya bahwa memang ia sangat jarang sekali, bahkan tak pernah bicara dari hati ke hati dengan Mutiara. Basa-basi pun atau sekadar bercanda dengannya tidak pernah. Karena ia pikir, tugasnya memang hanya mencukupi kebutuhan nafkah baginya. Pendidikan adalah urusan sekolah dan istrinya.

"Mutiara, maafin bapak, nak..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun