Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Bukan Bapakku

25 September 2024   06:49 Diperbarui: 25 September 2024   07:44 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tatiana Syrikova: https://www.pexels.com/photo/anonymous-man-with-baby-on-shoulders-walking-away-3932687/ 

Sebuah ironi bukan? Mutiara yang harusnya akrab dengan kedua orang tuanya, tapi itu tak pernah terjadi selain sekadar basa-basi agar tidak tersebar gosip di para tetangga saja. Maklum, apalagi sekarang, hal yang benar saja bisa jadi salah, apalagai yang salah? bisa jadi benar sesaat dan setelah itu tercampakkan menjadi sangat hina. Secara status saja yang mereka pertahankan, karena tak mungkin ada "perceraian" untuk anak dengan orang tuanya sampai kapanpun.

"Aku nyerah, Mas. Aku sudah nggak tahu lagi harus apa. Anak itu sudah kurang ajar. Aku cuma ingin dia bahagia. Aku cuma ingin menjodohkan dia dengan anak temanku, anak itu pun sudah Tiara kenal dengan baik. Dimana salahku?" Satrio putus asa.

"Sudut pandangmu yang selalu salah," Pandhito berkata tenang.

"Sejak dulu, Mas Dito selalu menyalahkan aku dan membenarkan Mutiara. Pantas saja dia jadi manja dan kepala batu seperti itu."

"Kepala batunya bukan seperti itu, tapi seperti kamu," ucap Pandhito tersenyum.

"Tuh kan," kesalnya Satrio sudah sampai ke ubun-ubun.

"Sudah berapa kali aku katakan, ribuan kali kalo nggak salah. Bicara sama anak itu, jangan melulu menggunakan sudut pandangmu terus. Pakai sudut pandang dia. Anak itu butuh dimengerti, jangan selalu orang tua yang minta dimengerti begitu."

Satrio hanya menunduk, ia mengakui kakaknya yang satu ini selalu pandai di dalam menasihati orang. Entah itu berkah atau anugerah baginya.

"Apalagi ini urusan jodoh. Biar dia yang menentukan, kita hanya mengarahkan, bukan memaksakan,"

"Aku nggak, Mas."

"Tapi ngapain sampai bentak-bentak begitu? Tiara juga sampai nangis-nangis cerita ke kami. Dan persepsi dia, kamu maksa dia. Gimana dong itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun