"Jadi bapak sebenarnya minta gajiku? Baik! Ini sekarang Tiara transfer!" Mutiara sangat emosi
Ia mengambil HP nya yang berada di dalam tas kerjanya, dan mulai membuka M-banking, berniat benar-benar ingin mentransfer.
"Satu juta cukup, hah! Cukup Pak? Kalo nggak, ini Mutiara transfer semua, ada 5 juta! kalo kurang, besok gaji Tiara buat bapak semua, biar Aku jadi sapi perahan yang kerja buat bapak!" Mutiara berkata kian ngaco.
"ANAK KURANG AJAR!" bentak Satrio, "Buka pintu ini! Biar kamu bisa rasakan tamparan bapak!"
Murti tubuhnya makin gemetar, semua rasa menjadi satu. Ia sedih, kesal, marah, bahkan sudah tak mampu lagi mendefinisikan rasa yang ada di dalam hatinya itu. Semuanya tersalurkan dengan isak tangis dengan tumpahnya derai air mata.
Di dalam kamar, Mutiara pun tak kuat untuk menumpahkan air matanya lagi. HP nya pun ia lempar ke ranjang dan setelah itu tubuhnya menelungkup memeluk guling dengan pakaian kerja yang masih lengkap menempel di badan.
"Bapak nggak pernah adil dan sayang sama Tiara!" ucapnya nyaris tak terdengar karena tumpang tindih dengan tangisannya.
Satrio terdiam, padahal ia sudah ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Mutiara.
"Tiara, bapak sama ibu sayang banget sama kamu, nak.." Murti pun angkat bicara, sama dengan Mutiara, suaranya tumpang tindih dengan isak tangisan.
"Kalo sayang, nggak gini, bu. Kalo cinta, nggak ada pemaksaan. Emangnya dia mau ngikutin kemauan aku selama ini? Emangnya dia pernah, dengerin keluh kesahku! Dia pikir, tugasnya cuma cari nafkah. Cari duit untuk keluarga, untuk aku? Setelah itu sudah? Enak bener!" Mutiara mulai lancar berkata meski lambat dan masih bertumpang tindih dengan tangisannya.
Satrio makin terpaku, tangannya mengepal, wajahnya memerah dan kepalanya perlahan tertunduk. Ada dorongan rasa aneh di dalam dirinya. Rasa perih yang semakin bertambah tadi mendorong energi kesedihan luar biasa. Matanya mulai berkaca-kaca.