Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Debat Ala Rocky Gerung di Acara TV dan Apa Itu Argumentum Ad Hominem

4 September 2024   07:19 Diperbarui: 4 September 2024   07:50 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang, buku teks filsafat sering mencantumkan argumen ad hominem sebagai jenis kekeliruan informal tetapi menambahkan ketentuan penting bahwa orang tersebut harus diserang "secara tidak relevan." 

Misalnya, seorang ilmuwan dapat menolak argumen seorang kolega karena selera musik atau gaya rambut kolega tersebut. 

Ciri-ciri yang khas dan subjektif ini sama sekali tidak terkait dengan kebenaran argumen kolega tersebut, dan menyerang orang tersebut alih-alih substansi argumennya akan menjadi contoh yang jelas dari kekeliruan ad hominem. 

Namun, pengadilan umumnya mempertimbangkan karakter seorang saksi, dan mempertanyakan pernyataan seorang pembohong kronis tidak akan menjadi kekeliruan karena secara logis berhubungan dengan kemungkinan bahwa ucapan mereka sendiri merupakan kebohongan.

Para sarjana secara umum mengenali lima subkategori argumen ad hominem:

  • Kasar
    Jenis serangan kasar merujuk pada serangan langsung terhadap seseorang, yang mana seseorang meminta agar suatu argumen ditolak karena orang yang mengemukakan argumen tersebut tidak jujur, tidak bermoral, atau berkompromi dalam hal lain.
  • Bersifat situasional
    Jenis situasional melibatkan pertanyaan tentang beberapa ketidakkonsistenan antara orang yang membuat argumen dan argumen itu sendiri. Sering kali, argumen ad hominem situasional dimaksudkan untuk mengkritik kemunafikan yang tampak dari orang yang membuat argumen. Misalnya, seorang anak mungkin menolak argumen orang tuanya bahwa konsumsi tembakau tidak sehat dengan alasan bahwa mereka adalah perokok tembakau.
  • Bias
    Jenis bias melibatkan pertanyaan tentang validitas argumen seseorang berdasarkan bias yang dirasakan, baik bias yang murni ideologis atau bermotif material. Misalnya, seseorang mungkin mengklaim bahwa pidato yang disampaikan oleh seorang CEO yang menentang pengindeksan upah minimum terhadap biaya hidup harus ditolak karena yang pertama bias karena kekayaannya dan kepentingan yang melekat pada posisi sosialnya.
  • "Meracuni sumur"
    Terkait erat dengan tipe bias, tipe "meracuni sumur" melibatkan argumen bahwa orang tersebut sangat partisan atau cenderung dogmatis untuk memegang posisi tertentu sehingga mereka tidak dapat dipercaya untuk bernalar secara tidak memihak berdasarkan fakta dan logika.
  • Tu quoque ("kamu juga")
    Tipe tu quoque melibatkan tanggapan yang sama terhadap tuduhan melakukan kesalahan. Misalnya, seseorang yang ketahuan berbohong mungkin menanggapi dengan mengungkap kebohongan sebelumnya yang dilakukan oleh si penuduh dalam upaya untuk mendiskreditkannya, sehingga mengabaikan manfaat dari tuduhan tersebut.

Dalam beberapa hal, perdebatan ilmiah tentang kemungkinan penggunaan argumen ad hominem yang tidak keliru berputar di sekitar ketegangan antara logika formal , yang terutama berkaitan dengan validitas pernyataan, dan retorika , yang terutama berkaitan dengan persuasi. 

Nah, bagaimana? Makin jelas atau bingung? Atau malah ngantuk baca tulisan panjang ini?

Maka sederhananya, ketika berdiskusi atau debat sekalipun, kita memahami betul konteks serta substansi/inti dari pembicaraannya. 

Jika "gatal" harus menanggapi lewat argumen, debatlah juga dengan pengetahuan atau ilmu serta logika yang setara. Mungkin itu yang selama ini ingin diajarkan Rocky Gerung kepada masyarakat Indonesia, agar tidak dungu permanen...***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun