Mohon tunggu...
Dimas Indra
Dimas Indra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Airlangga

Saya adalah orang yang ekstrovert, senang bergaul, dan saya mempunyai hobi baru yaitu menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak Buruk Perang antara Rusia dengan Ukraina bagi Penduduk yang Tidak Bersalah

15 Juni 2022   01:58 Diperbarui: 15 Juni 2022   02:05 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perang sesungguhnya adalah bentuk paling purba dari cara menyelesaikan perbedaan dan ketidaksepakatan. Ironisnya, di zaman modern yang sudah pada level peradaban tinggi ini, perang ternyata tetap menjadi pilihan yang enggan dielakkan dan memicu gelombang pengungsi.

Perang antara Rusia dengan Ukraina dimulai oleh Presiden Rusia, Valdimir Putin, adalah salah satu masalah yang kini tengah mengusik nurani kemanusiaan masyarakat dunia. Putin memerintahkan pasukannya menggempur negara tetangganya itu dengan dalih melakukan demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.

Pertempuran terjadi hampir di seluruh wilayah Ukraina. Korban yang jatuh tidak hanya dari kalangan militer, tapi juga masyarakat sipil. Anak-anak dan perempuan adalah korban pertama yang paling menderita dari situasi konflik yang kini melanda negeri itu.

Akibat serangan yang dilancarkan pasukan Rusia, sejumlah bangunan dan fasilitas publik di Ukraina rusak parah. Masyarakat Ukraina, yang semula hidup tenang, kini nasibnya berubah 180 derajat. Tidak sedikit dari mereka kini yang menjadi pengungsi. Warga Indonesia yang berada di negara Ukraina juga harus terpaksa untuk mengungsi .

Ada sejumlah situasi problematik yang biasanya dihadapi penduduk sipil akibat perang. Pertama, ancaman kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi, terutama dari pasukan musuh yang menyerbu wilayahnya. Tidak sedikit penduduk sipil yang menjadi korban kekerasan brutal, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan.

Kedua, bagi penduduk sipil yang berhasil mengungsi, bukan berarti penderitaan mereka telah berakhir. Selama di kamp pengungsian, mereka hidup serba kekurangan dan bahkan terisolasi dari dunia luar. Tidak adanya jaringan telepon, Internet, listrik, dan bahan bakar sering menyebabkan mereka seolah-olah terputus komunikasinya dengan keluarga dan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun