Mohon tunggu...
Dimas Priyono Giri
Dimas Priyono Giri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo perkenalkan saya Dimas Priyono Giri seorang mahasiswa semester akhir jurusan Ekonomi di Universitas Islam Indonesia. Dengan antusiasme yang tinggi terhadap dunia Ekonomi/Perbankan/Keuangan/Analis Data. Saya memiliki pengetahuan yang cukup di bidang Ekonomi, Keuangan, dan Data Analyst. Saya sangat ingin mengembangkan karir saya di industri perbankan dan ekonomi keuangan dan berkontribusi untuk negara. Dengan dedikasi dan kerja keras, saya dapat berkontribusi lebih banyak di industri ini, dan membangun koneksi dengan para profesional di jaringan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dinamika Kebutuhan Bawang Putih terhadap Konsumen di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

18 Juli 2024   09:18 Diperbarui: 18 Juli 2024   09:22 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pendahuluan

Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, bawang putih sudah menjadi kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, terkhusus untuk bahan dapur memasak. Bawang putih sangat mudah ditemukan seperti di supermarket, toko klontong, dan pasar tradisional. Bawang putih memiliki keunikan tersendiri yaitu terdapat kandungan senyawa aktif yang dapat memberikan aroma yang wangi. Selain itu apabila dikonsumsi sangat bermanfaat bagi tubuh. Namun akhir-akhir ini kondisi bawang putih di Indonesia sangat memprihatikan, karena selalu kebergantungan dengan negara luar yang mengakibatkan impor secara terus-menerus. Tetapi dibalik impor memang ada permasalahan yang dihadapkan petani seperti keterbatasan lahan, daya saing antara lokal dengan impor yang tinggi, dan masalah hama.

Menurut Laporan CNBC Indonesia (2024) Indonesia sangat ketergantungan dengan bawang putih impor. Paling banyak diimpor dari China karena 90-95% kebutuhan dalam negeri berasal dari impor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor bawang putih Indonesia pada Januari-April 2024 sebesar 95,95 ton, turun 7,21% dari catatan periode lalu sebesar 103,41 ribu ton, namun secara nilai melonjak 33,51%.

Rantai Pasokan Bawang Putih

Rantai pasokan bawang putih di DIY melibatkan berbagai pihak untuk bisa sampai di tangan konsumen. Dimulai dari petani, pedagang besar (perusahaan/industri), distributor, dan pengecer. Petani bawang putih di DIY umumnya petani kecil dengan menggarap lahan 0,5-1 hektar. Agar hasilnya bagus mereka menanam di periode panen terutama di bulan Juni-Juli dan Desember-Januari. Untuk harga jual tergantung pada kualitas bawang putih, musim, dan permintaan pasar.

Permasalahan yang Dihadapkan

Provinsi DIY merupakan salah satu provinsi di pulau jawa yang seringkali dihadapkan permasalahan bawang putih, khususnya pada harga dan ketersediaan. Dikutip dari Kata Data (2024) terdapat kenaikan harga bawang putih dalam tiga bulan terakhir yang mencapai Rp37.830/kg. Sedikit melewati Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp32.000/kg. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti keterlambatan surat permohonan impor (SPI) oleh pemerintah, kenaikan harga bawang putih tingkat internasional, dan demand yang tinggi selama bulan Ramadhan. Kebutuhan bawang putih nasional per tahun sebanyak 650.000 Ton, sedangkan untuk produksi petani dalam negeri hanya 30.000 ton per tahun. Setidaknya 95% pasokan bawang putih nasional berasal dari impor.

Salah satu pedagang di pasar Beringharjo menjual bawang putih kating seharga Rp40.000-Rp42.000 per kg untuk eceran, sedangkan standar komoditasnya dijual Rp30.000-Rp35.000 per kg. Ini menunjukkan harga naik turunnya bawang putih dapat dilihat berdasarkan kondisi pasar karena semakin tinggi harga akan menurunkan permintaan.

Kebijakan Pemerintah

Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi ketergantungan bahan pokok khususnya bawang putih yaitu melakukan kebijakan wajib tanam bagi impor. Menurut Permentan No 38 Tahun 2017 tentang rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) pasal 32 ayat 1 menyatakan bahwa pelaku usaha yang melakukan impor produk hortikultur bawang putih wajib melakukan pengembangan penanaman bawang putih di dalam negeri. Importir akan dipertimbangkan untuk mendapatkan RIPH berikutnya jika telah menyerahkan perjanjian kerja sama dan rencana tanam (Kementan 2017a).

Peluang dan Hambatan

Peluang yang akan diperoleh importir jika berhasil melakukan wajib tanam adalah kesempatan untuk memasarkan bawang putih produksi dalam negeri. Pemasaran dapat dilakukan di pasar dalam negeri maupun luar negeri sebagai distributor maupun pengecer. Dengan catatan harga bawang putih domestik bersaing secara internasional.

Hambatan yang didapatkan kelompok tani yang diajak bermitra terhambat oleh waktu tanam. Umumnya petani melakukan di awal musim hujan September s/d Desember. Sangat jarang petani yang menanam di bulan September hingga Desember. Disamping itu terdapat peraturan tidak tertulis yang menyatakan sebagian besar kabupaten/kota petani sudah mendapat bantuan program APBN untuk budidaya bawang putih dari Kementrian Pertanian tidak diizinkan mengikuti program wajib tanam dengan importir. Dengan demikian semakin sulit importir untuk mendapatkan kelompok tani yang dapat diajak bermitra guna menanam bawang putih.

Urgensi Impor

Dalam hal ini urgensi pemerintah dalam melakukan import bawang putih secara terus menerus dikarenakan dari data Kementrian Pertanian menunjukkan produksi bawang putih dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Dikutip dari Replubik (2024) Kementrian Perdagangan melalui Zulkifili Hasan sudah mengeluarkan izin impor sebesar 300 ribu ton, separuh lebih dari kebutuhan masyarakat yang hanya 600 ton. Selain itu untuk menjaga stabilitas harga, ketika pasokan bawang putih dalam negeri terbatas, akan memberatkan konsumen. Impor dapat membantu kebutuhakn pasokan dan menekan harga agar tidak terlalu tinggi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Bawang putih masih menjadi permasalahan dalam skala nasional. Karena merupakan salah satu dari sekian komoditas penting di Indonesia. Kebutuhan masyarakat masih tinggi tetapi produksi dalam negeri belum mencukupi. Hal ini mengakibatkan impor secara terus menerus. Pemerintah telah berupaya mengambil kebijakan untuk mengatasi ketergantungan impor. Seperti wajib tanam bagi importir, namun kebijakan ini masih menghadapi beberapa hambatan, sehingga perlu ada kebijakan lainnya untuk mengurangi ketergantungan impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun