Kata estetik mungkin sudah sering kita dengar pada zaman sekarang ini, khusus nya bagi creator video di media internet, misalnya youtube, instragram, tiktok. Mereka para creator ini yang sering menggunakan thumbnail kata estetik pada gambar maupun vidionya, video estetik gunung sumeru misalnya. Dalam video tersebut sekilas menggambarkan keindahan sebuah mahakarya alam yang tak terukur, mulai dari pepohonan, awan, gunung, hamparan yang luas. Gambaran tersebut merupakan sebuah keindahan atau disebut estetik pada dewasa ini. Nah, namun apakah pemaknaan Estetik sebenarnya seperti itu. Tentunya banyak perdebatan yang memperebutkan pemaknaan Estetik tersebut. Pada tulisan yang singkat ini, kita akan membahas bagaimana Estetika zaman dahulu tepatnya pada era Prasejarah dan zaman Modern memaknai nilai Estetika sebuah gambar yang nanti akan di paparkan.
Perdebatan pemaknaan Estetika atau nilai keindahan pada awalnya dimulia pada zaman Paleolitik Rendah 2,6 juta tahun sampai zaman Besi 1000 tahun SM. Pada pembahasan ini akan sangat berkaitan dengan karya seni pada zaman tersebut. Karya seni pada zaman prasejarah tentunya dalam benak kita pasti berupa goretan-goretan dinding yang membentuk gambar. Selain gambar, ada juga perkakas perburuan yang di sebut "teknologi Oldowan". Dalam teknologi tersebut memiliki ciri-ciri berbentuk simetri. Pertanyaan nya adalah apakah perkakas tersebut adalah sebuah seni. Dalam konteks prasejarah perkakas tersebut memiliki fungsi , seperti alat berburu. Yang menjadi tolak ukurnya apakah perkakas tersebut memiliki keindahan  adalah tergantung dari fungsinya, apabila memiliki fungsi yang memadai, maka perkakas tersebut indah. Jadi antara keindahan dan fungsi merupakan kesatuan dalam estetika sejarah. Walaupun tidak di golongkan ke dalam seni atau karya seni.
Selanjutnya, dalam pembahasan tentang goretan-goretan di dalam gua yang sebelumnya oleh orang modern disebutnya seni, apakah begitu adanya, tentu tidak semudah itu. Husser menepis anggapan bahwa goretan-goretan dinding itu adalah seni. Menurutnya lukisan gua tidak bisa di pandnag seni karena, pada lukisan/ goretan tersebut tergambar tumpang tindih yang dimana masih ada runag kosong disebelahnya, hal ini menunjukan bahwa goretan tersebut di fungsikan sebagai sihir perburuan bukan sebagai karya seni. Selanjutnya pada gambar dinding tersebut menggambarkan lembing yang menancap pada buruan, hal ini mengindikasikan sebagai ritual pembunuhan atas binatang buruan. Pada Kesimpulan yang diambil oleh Husser adalah lukisan gua tersebut merupakan sebuah potret dari imajinasi ekonomi prasejarah. Menurutnya anggapan tantang adanya nilai keindahan tergantung lagi kepada fungsi yang terkandung di dalamnya.
Dalam pengartian singkatnya nilai Estetik atau keindahan yang dimaknai oleh zaman prasejarah tergantung dari fungsionalitas karya, baik goretan dinding atau perkakas. Tetapi di era modern R.G. Collingwood (1938M)membaginya kedalam seni(art) dan kerajinan(craft). Seni yang berarti penggambaran ekspresi dari seniman tersebut dan kerajinan berarti barang yang memiliki aturan teknis di dalamnya. Pendapat ini kemudian diperdebatkan lagi oleh Bradley, menurutnya dalam arti apa kemudian kerajinan yang berbentuk barang prasejarah memperoleh arti karya seni. Kemudian ia melanjutkan, barang prasejarah(artefak) memperoleh status "karya seni" Ketika telah dipisahkan dari keadaan aslinya(Bradley 2009:VII). Dari pandangan tersebut, karya seni yang ada dalam zaman prasejarah adalah hilangnya fungsi dari artifak tersebut, semakin di pisahkan maka dapat di artikan sebagai karya seni. Selanjutnya kita akan membahas bagaimana estetika dalam era Prasejarah dan Modern menanggapi seputar gambar berikut.
Dari gambar tersebut terlihat dengan jelas ada sebuah gubuk di tengah sawah yang dibelakang nya terdapat pegunungan. Nah, dari sini kita akan melihat bagaimana estetika prasejarah memandangnya. Di jelaskan sebelumya bahwasannya nilai Estetik pada sesuatu bisa dinilai dari fungsinya yang memadai. Dilihat dari fungsinya, gambar mungkin tidak bisa dikatakan sebagai karya seni karena gambar tersebut tidak memiliki fungsi yang memadai. Tidak ada kegunaan yang memadai apa bila karya tersebut adalah gambar. Tetapi apa bila sudut pandangannya di ubah, bahwa gambar tersebut tidak sekedar gambar, atau dalam artian gubuk di situ benar-benar gubuk maka dapat dipastikan itu memiliki nilai keindahan di dalamnya dan dapat disebut sebagai estetik. Tentunya melihat kegunaan dari gubuk tersebut, misalnya sebagai tempat berteduh di waktu hujan, sebagai tempat istirahat para petani. Maka dengan itu Gubuk yang berfungsi adalah sebuah Estetika dalam pandangan Prasejarah.
Selanjutnya, Estetika modern yang memandang bahwa karya seni memperoleh artinya apabila terpisahkan dari keadaan aslinya. Dari gambar tersebut bisa dilihat bahwa yang ada dalam gambar terpisah dari keadaan aslinya. Keadaan asli dari gambar tersebut adalah gubuk yang ada di tengah sawah yang tidak sekedar gambar. Di sini gubuk tersebut adalah gambaran dari yang asli, jauh dari fungsi gubuk sendiri. Sehingga gambar tersebut di sini memperoleh arti karya seni dalam dunia Modern.
Pada kesimpulannya estetika di sini memperoleh tempatnya pada dua zaman yaitu Era Prasejarah dan Modern. Di mana keduanya memiliki pemaknaan yang berbeda, Prasejarah yang menggunakan fungsi yang sesuai sehingga bisa dikatakan keindahan, sedangkan Modern yang mengartikan estetik apabila dipisah dari keadaan aslinya. Dalam menyikapi gambar tersebut keduanya seperti  memperoleh tempat untuk mengartikan, apakah Estetik atau tidak. Nilai estetik di sini bisa di lihat dari masing-masing pemaknaan, tergantung apa yang mendasari dari yang dikatakan estetik tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H