Sebut saja aku seorang wartawan. Dahulu, impian terbesarku adalah menjadi pelukis. Di dalam angan-angan ku mencoba merajut kayu kuasku membentuk skema manusia. Namun, jalanku ternyata berbeda.
Aku terlalu lelah. Berlari kesana kemari demi berita yang kugali. Aku bosan. Aku tak ingin menjadi wartawan. Sudah lelah dan akhirnya aku terjatuh dalam keluhan tiap malam gelap itu. MEMBOSANKAN. Apa mungkin karena keinginanku menjadi seorang pelukis tidak terpenuhi dan mengambil pekerjaan yang tidak kusenangi sesungguhnya? Aku tak tahu.
Entah kenapa sehabis pulang kerja, aku malah tak bisa memejamkan mata. Ku tatap ranjangku yang serasa nyaman untuk ku rebahi. Namun apa daya, ketika menjatuhkan badan ini, mataku malah awas terjaga. Hingga bangun kembali ku nikmati. Sambil berdiri, aku berjalan menuju meja kerjaku. Sesambil mengelus komputer, aku menyapa, “hey sayang, kita bertemu lagi”. Padahal belum lama aku berkelit dengannya, dengan cahaya putihnya memancar di retinaku.
Sebentar saja aku mencumbu keyboard itu, ternyata kantuk senyap lagi. “ya tuhan, mengapa selalu begini”, aku kembali menuju ranjangku yang berwarna coklat tanpa sprei. Dan lagi, mataku malah awas tak terkendali. “sial, ada apa gerangan yang merasukiku?”
Sekarang sudah jam 3 dini hari dan esok pagi ku harus kembali ke kantor. Aku harus tidur. Aku harus beristirahat. Sambil duduk, aku menatap ranjangku yang tidak bisa kutiduri. Sambil bertanya dalam hati, “ranjang, kenapa kau menolak untuk ditiduri? Aku lelah, aku ingin tidur”.
Tiba-tiba ranjangku berbicara padaku. Sungguh, bulu kuduk tubuhku bergidik seketika. “heii kamu, apakah kau nyaman dengan dirimu?” aku seketika menjadi gagap, keringatku pun menjadi lambat untuk membasahi. “Apa yang kau katakan, aku tak mengerti?”. “Jawab saja, apakah kau nyaman dengan hidupmu?” Sekali lagi ranjang itu bertanya.
Aku ketakutan setengah mati sampai-sampai liur dalam mulutku tertelan kembali. Ingin ku jawab pertanyaannya namun, tidak bisa dan tidak bisa. “Nyamanlah dengan hidupmu dan setelah itu kau bisa nyaman diatasku”, bentak ranjang itu. Kemudian jam bekker di meja kerja mulai berdering. Ternyata aku hanya mimpi semalam.
Aku menatap ranjang itu dan mengingat mimpi tadi malam. “Apa iya aku tidak nyaman dengan hidupku?” Aku terus memikirkan hal itu dalam pekerjaanku mencari berita. Dan akhirnya, aku menemukan apa yang ia tanyakan tadi malam. Aku melepaskan pekerjaanku sebagai reporter/wartawan kemudian menjadi pelukis. Pelukis dalam media, melukis karikatur.
Setelah aku berpindah posisi, akhirnya, ranjang itu tenang untuk ditiduri. Dengan rasa nyaman ku ayunkan badan ke kanan dan ke kiri. Aku mulai bermimpi kembali. Ranjang itu bertanya, “apakah kau nyaman?” kemudian ku jawab dengan senyuman di parasku, “iya, sangat nyaman.”
SELAMAT MENIKMATI HIDUPMU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H