Mohon tunggu...
Dimas Cahya
Dimas Cahya Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

saya adalah mahasiswa perguruan tinggi negeri

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ketahanan Pangan Berkelanjutan: Peran Kearifan Lokal Masyarakat Masyarakat Baduy Dalam Menjaga Keanekaragaman Hayati di Tengah Arus Modernisasi

19 Oktober 2024   17:02 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:15 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Ketahanan dan keanekaragaman pangan merupakan dua isu krusial yang perlu diperhatikan dalam konteks pembangunan Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan global dan perubahan iklim. Salah satu elemen kunci yang jarang diangkat dalam wacana ketahanan pangan nasional adalah peran pengetahuan lokal serta budaya masyarakat adat, seperti yang ditunjukkan oleh komunitas Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Dalam, yang tinggal di wilayah Banten, secara turun-temurun menerapkan sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berbasis pada kearifan lokal. Sebagai upaya menghadapi tantangan modernisasi, perubahan iklim, dan ketahanan pangan, masyarakat Baduy menawarkan pendekatan unik yang dapat menjadi solusi bagi masa depan pangan Indonesia.

Masyarakat Baduy Dalam dikenal dengan kehidupan sederhana yang sangat terikat pada aturan adat dan lingkungan alam mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menerapkan prinsip bahwa alam harus dijaga, sebagaimana tercermin dalam ungkapan adat yang mereka pegang teguh: "Gunung teu meunang dilebur; Lebak teu meunang diruksak; Pendek teu meunang disambung; Lojong teu meunang dipotong" yang secara harfiah berarti "Gunung tidak boleh dihancurkan; Lembah tidak boleh dirusak; Yang pendek tidak boleh disambung; Yang panjang tidak boleh dipotong." Prinsip ini merupakan landasan dari sistem pengelolaan lingkungan mereka yang tidak hanya menjaga kelestarian alam, tetapi juga keanekaragaman hayati dan pangan yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Salah satu kontribusi utama masyarakat Baduy Dalam terhadap keanekaragaman pangan adalah melalui pengelolaan zona pemanfaatan lahan. Zona ini terdiri dari tiga area utama, yaitu (1) zona reuma, yang digunakan sebagai area permukiman, (2) zona heuma, sebagai area tegalan atau tanah garapan untuk pertanian, dan (3) zona leuweung kolot, yaitu hutan tua yang tidak boleh diganggu atau diolah. Melalui pembagian zona ini, masyarakat Baduy menjaga keseimbangan antara kebutuhan pangan mereka dengan kelestarian lingkungan, memastikan keberlangsungan sumber daya alam untuk generasi mendatang.

Keanekaragaman pangan masyarakat Baduy Dalam tidak hanya terwujud dalam pola pemanfaatan lahan, tetapi juga dalam jenis-jenis tanaman yang mereka budidayakan dan lestarikan. Said Abdullah Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Indonesia dan Fellow CTSS -- IPB University menuturkan, beragam tanaman lokal baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuh liar di sekitar hutan, menjadi fondasi pangan mereka selama berabad-abad. Hal ini mencerminkan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, yang memiliki sekitar 5.529 jenis sumber daya tanaman pangan yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Pemanfaatan tanaman lokal ini menjadi bukti konkret bahwa masyarakat Baduy secara aktif memelihara dan mempertahankan keanekaragaman pangan, baik sebagai bentuk ketahanan pangan lokal maupun sebagai upaya menjaga ekosistem alam.

Dalam konteks menghadapi tantangan global saat ini, seperti yang digaungkan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG's), pengelolaan pangan berbasis lokal seperti yang diterapkan oleh masyarakat Baduy dapat berkontribusi signifikan pada pencapaian tujuan SDG's, khususnya dalam hal pemenuhan pangan berkelanjutan (SDG 2) dan pelestarian keanekaragaman hayati (SDG 15). Keberlanjutan sistem pangan yang mereka kelola dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menjawab permasalahan ketahanan pangan global yang kian kompleks.

Perubahan iklim menjadi tantangan besar bagi ketahanan pangan global, termasuk di Indonesia. Kondisi Bumi saat ini sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Suhu bumi yang berfluktuasi dan terus meningkat menjadi alarm dan pengingat bahwa bumi sedang sakit. Faktor terbesar terjadinya peningkatan suhu salah satunya disebabkan oleh aktivitas manusia. Pola konsumsi yang tidak bertanggungjawab dan tingginya laju deforestasi menjadi faktor yang memicu percepatan peningkatan suhu rata-rata bumi. Masyarakat Baduy Dalam telah lama memahami pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dalam menghadapi perubahan cuaca dan pola tanam yang tidak menentu. Dengan menjaga hutan dan tidak mengeksploitasi lahan secara berlebihan, mereka menciptakan benteng alami yang mampu melindungi wilayah mereka dari dampak perubahan iklim, seperti erosi dan kekeringan.

Keberhasilan masyarakat Baduy dalam memelihara ketahanan dan keanekaragaman pangan di tengah perubahan iklim ini memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Mereka menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan pengetahuan lokal dan tradisional, masyarakat bisa beradaptasi dengan perubahan global, tanpa harus mengorbankan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Pendekatan mereka terhadap pengelolaan hutan dan lahan, yang berdasarkan pada keseimbangan alam, menawarkan solusi praktis dan aplikatif yang relevan bagi banyak wilayah di Indonesia yang menghadapi dampak perubahan iklim.

Dewasa ini, masyarakat adat seperti suku Baduy dihadapkan dengan arus modernisasi yang cepat, masyarakat Baduy juga berusaha menjaga eksistensi budaya dan kearifan lokal mereka. Meski percepatan teknologi sudah berkembang dengan cepat dan terpapar oleh dunia luar, mereka tetap mempertahankan gaya hidup yang selaras dengan alam. Ini menjadi tantangan tersendiri, terutama ketika modernisasi sering kali membawa perubahan drastis terhadap pola konsumsi dan cara pandang terhadap sumber daya alam. Masyarakat Baduy membuktikan bahwa modernisasi tidak harus selalu berarti meninggalkan kearifan lokal, tetapi bisa diintegrasikan dengan cara yang bijaksana. Oleh karena itu, masyarakat Baduy menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal dapat berdampingan dengan modernisasi, menciptakan keseimbangan yang tidak hanya melindungi budaya, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan sumber daya untuk generasi mendatang.

Dalam upaya memperkuat pemahaman mengenai pentingnya keanekaragaman hayati dan pangan, Forum Bumi yang diselenggarakan oleh Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia telah memberikan ruang bagi diskusi yang mendalam mengenai peran masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman pangan. Forum ini menyoroti bagaimana masyarakat seperti Baduy Dalam telah berhasil mempertahankan keberagaman tanaman pangan lokal yang berperan penting dalam ketahanan pangan nasional. Diskusi-diskusi ini mempertegas bahwa pengetahuan lokal dan adat istiadat memiliki relevansi yang kuat dalam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan di Indonesia.

Selain itu, Forum Bumi juga menekankan bahwa peran masyarakat adat seperti Baduy Dalam bukan hanya relevan pada tataran lokal, tetapi juga penting dalam skala nasional dan bahkan global. Di tengah krisis pangan dunia yang semakin meningkat akibat perubahan iklim, deforestasi, dan eksploitasi sumber daya alam, pengetahuan lokal yang berfokus pada keseimbangan ekosistem dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan menjadi semakin krusial. Masyarakat adat memiliki pola pengelolaan lahan yang terbukti mampu menjaga produktivitas pangan sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, mengadopsi pendekatan yang menghargai kearifan lokal ini dapat memberikan solusi konkret bagi tantangan ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia dan dunia secara umum.

Pemanfaatan zona oleh masyarakat Baduy Dalam dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati menjadi solusi aplikatif yang dapat diterapkan di wilayah lain di Indonesia. Pembagian lahan menjadi zona pemukiman, pertanian, dan hutan lindung tidak hanya menciptakan keseimbangan ekologis tetapi juga memastikan kelangsungan plasma nutfah, yang sangat penting bagi ketahanan pangan di masa depan. Masyarakat Baduy Dalam telah menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dapat menciptakan ketahanan pangan jangka panjang dan melindungi keanekaragaman hayati yang menjadi kunci bagi kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun