Bangsa Indonesia baru-baru ini diramaikan oleh gencarnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang konon akan segera disahkan. Bangsa Indonesia telah lama memakai KUHP peninggalan kolonial yang tidak sedikit telah digunakan untuk menjadi dasar penjatuhan pidana bagi para pelaku tindak pidana.Â
Dalam kerangka pikir KUHP lama terjadi cukup banyak ketidakpastian hukum yang muncul serta tujuan pemidanaan yang tidak relevan lagi dengan perkembangan masyarkat saat ini.
Bukan waktu yang singkat bagi masyarakat dalam beradaptasi pada KUHP lama, semenjak disahkannya Wetboek van Straftrecht voer Nederlandsch Indie (WvSNI) menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dengan dikeluarkannya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang kemudian baru diberlakukan di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada 20 September 1958.
Sudah 74 tahun Bangsa Indonesia merasakan kemerdekaan dan merasakan ketidakpastian hukum KUHP lama dengan segala kelemahannya, yang paling menonjol ialah tidak adanya kesamaan persepsi dalam menafsirkan KUHP (aslinya berbahasa belanda) yang lama ini berakibat perlakuan dalam menegakkan hukum pidana di Indonesia.Â
Hal ini bukanlah isapan jempol semata, melainkan telah lama dirasakan oleh aparat penegak hukum dan para praktisi hukum lainnya. Mereka yang menyadari hal ini kemudian sedapat mungkin melakukan penemuan hukum guna memberikan rasa keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Bangsa Indonesia telah beradaptasi pada ketidakpastian hukum yang ada pada KUHP lama. Hal ini lantas menjadikan pola pikir di masyarakat cenderung stagnan dan mulai mewujudkan tujuan dari KUHP lama.Â
Saat ini, masyarakat kemudian dituntut untuk beradaptasi pada hal yang baru, cara pandang baru dalam menyikapi persoalan pidana. Penulis meyakini bahwa dalam perubahan yang diharapkan terjadi di masyarakat dengan pranata hukum pidana perlu adaptasi yang tidak singkat, secara normatif RKUHP mulai berlaku 2 (dua) tahun semenjak tanggal RKUHP disahkan menjadi Undang-Undang (vide Pasal 628 RKUHP).Â
Sehingga, masyarakat dan aparat penegak hukum diberi ruang untuk beradaptasi. Hal ini tentu saja akan membawa dampak pada kebijakan politik anggaran guna mensukseskan terwujudnya tujuan RKUHP itu sendiri
Adaptasi disini idealnya tidak hanya sebatas pada substansi hukum, melainkan pula pada struktur hukum dan budaya hukum. Secara substansi hukum, akan terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap banyak undang-undang yang memuat ancaman sanksi pidana supaya melakukan penyesuaian atas semangat tujuan pemidanaan yang baru.Â
Struktur hukum disini meliputi pula infrastruktur hukum dan suprastruktur hukum, hal ini bukan perkara mudah mengingat masih perlunya pembenahan disana-sini dan faktor-faktor penghambat yang dijumpai ditataran prakatek.Â
Budaya hukum kemudian perlu diciptakan di kehidupan bermasyarakat dan aparat penegak hukum untuk disesuaikan pada tujuan pemidanaan RKUHP, hal ini bukan perkara mudah karena melibatkan beragam faktor dan mengingat kemajemukan yang luar biasa di Indonesia.