[caption caption="Sehat itu mahal, matipun juga mahal (sumber: dailymail)"][/caption]
Sering kali aku merasa pelayanan publik itu jauh dari apa yang ku mau, jauh dari harapanku. Ya, namanya juga pelayanan publik, isinya tidak hanya satu-dua orang. Setiap orang punya keinginan, setiap orang punya kemauan, setiap orang punya harapan. Apa jadinya kalo setiap orang itu dituruti? Namanya nanti bisa-bisa ganti jadi pelayanan pribadi dong ya hehehe
Aku ambil contoh kasus, pelayanan kesehatan di Puskesmas. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang ingin sehat, apa kamu mau sakit? Masuk ke ruang yang penuh dengan wajah harap-harap cemas sambil mencoba bertahan sekuat semampunya, ku hampiri perempuan paruh baya yang berada di belakang meja itu. Mendaftar, menunggu, di periksa dan konsultasi dengan dokter, menunggu (lagi), menebus obat, ambil obat di apotek, lalu kembali ke surga.
Proses itu harus aku lewati dengan menggerutu dan mengomentari. Mulai dari alurnya, orang-orang yang melayani, pelayanannya, orang yang butuh pelayanan, sampai hal-hal yang mungkin tidak bermutu bagi orang lain untuk di komentari.
Tiba-tiba pandanganku terpaku di salah satu sudut ruangan. Ada seorang nenek duduk termenung sendiri menunggu panggilan, panggilan nomor antreannya. Lama ku mengamatinya, lalu aku berpikir, "Apa jadinya jika nenek itu tau segala sesuatunya ya?" Mungkin saja dia akan melakukan hal yang sama denganku. Tapi pandangan beliau tidak bisa dialihkan dari layar pengkabul harapannya. Beliau sabar menunggu, tak ada ragu diraut wajah keriput itu.
Dari situ ku belajar. Sabar itu tidak ada batasnya. Pintar bersyukur itu perlua, cerdas bersyukur itu harus. 'Nyinyir' memang lebih mudah, banyak ruginya, itu jelas. Tapi kalo nyinyirnya positif, bisa jadi lebih baik, boleh tidak ya? Baik gak? Memang susah ya cari konseptor sekaligus eksekutor yang baik, ya minimal eksekutornya baik-baik deh.., soalnya konseptornya sudah banyak baiknya. Semakin banyak kita tau, semakin kita tidak tau apa-apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H