"Jangan lupa oleh-olehnya ya!", pesan seorang kawan di ujung pintu masuk peron sambil melambaikan tangan tanda perpisahan. Pesan itu jika diperhalus, kurang lebih seperti ini: "Hati-hati di jalan, semoga selamat sampai tujuan".
Buah tangan, atau nama femes-nya 'oleh-oleh'. Yang berarti barang yang dibawa dari berpergian, merupakan barang yang wajib dibawa oleh sebagian orang untuk diberikan kepada orang terdekat. Oleh-oleh menjadi sebuah pembuktian bahwa seseorang benar adanya pernah berkunjung ke tempat tersebut.
Oleh-oleh pun memiliki wujud beraneka ragam. Mulai dari benda, hingga makanan. Namun, sebagian besar orang lebih memilih membawakan buah tangan makanan daripada benda. Mereka berpikir jika membawa makanan pasti akan lebih bermanfaat, dan orang yang diberikan oleh-oleh tersebut dapat mencicip kuliner dari tempatnya berasal.
Prinsip Pariwisata
Apa tujuan Anda berwisata? Sekadar refreshing? Ingin menikmati bentang alam? Liburan? $#@*$%!^@&--banyak.
Apapun tujuan Anda berwisata, pasti tempat yang Anda kunjungi memiliki unsur 3D (Dikunjungi, Dinikmati, Dibawa---pulang). Sebut saja salah satu daerah yang sering menjadi incaran wisatawan lokal maupun wisatawan asing, Daerah Istimewa Yogyakarta---Jogja.
Banyak orang salah tafsir akan nama Kota Pelajar ini. Orang sering menulis 'Jogja' dengan Yogyakarta. Padahal Yogyakarta sendiri adalah salah satu dari 5 Kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyebutan maupun penulisan provinsi ini pun sudah tak memerlukan adanya kata 'Provinsi' di depan DIY, hal tersebut tertuang dalam undang-undang Keistimewaan.
Dalam urusan wisata, DIY bak toko serba ada. Mulai dari sejarah, budaya, bentang alam, dsb. Tak terkecuali wisata kulinernya. Sampai-sampai daerah ini mendapatkan julukan Kota Gudeg. Makanan berbahan dasar nangka muda atau manggar tersebut memiliki cita rasa dominan manis. Dulu, makanan ini jarang dijadikan buah tangan bagi para pelancong. Jika ingin merasakannya ya harus ke Jogja. Namun, kini telah tersedia 'gudeg kaleng' yang siap ditenteng ke daerah asal masing-masing pelancong dan diklaim memiliki daya tahan lama.
Etalase Produk Lokal
Sebelum terlahir 'gudeg kaleng', makanan berbahan dasar gandum yang diberi nama bakpia, lebih dulu mencuri hati para pelancong untuk menjadi tentengan ke daerah asal. Bakpia diklaim menjadi oleh-oleh khas Jogja---entah kapan tepatnya.
Kudapan tersebut berselimut kulit pia. Ada yang bertekstur keras, renyah dan lembut. Seiring berjalannya waktu, bakpia pun berubah. Bakpia yang dulu hanya memiliki isian kacang hijau, kini aneka isian bakpia telah tersedia di gerai-gerai pusat oleh-oleh. Hal tersebut terjadi karena tuntutan pasar. Inovasi harus dilakukan oleh produsen jika tidak ingin ditinggalkan oleh konsumennya.