PKM adalah ajang bergengsi di kalangan Perguruan Tinggi di Indonesia. Ajang yang biasanya diadakan di akhir tahun tersebut "memperebutkan" dana hibah. Perealisasian program usulan akan dilaksanakan di tahun mendatang dengan menggunakan dana hibah.
Saya mengiyakan ajakkan tersebut. Kami pun mencari ide kreatif yang nantinya akan kami tuangkan ke dalam bentuk proposal usulan program yang akan kami ikutkan di PKM. Terbesit di pikiran saya sebuah kata, kincir angin. Segera saya masukan kata tersebut pada kolom pencarian di Youtube. Banyak sekali video unggahan mengenai kincir angin di Youtube. Hal itu dikarenakan salah satunya adalah banyaknya model kincir angin.
Pilihan saya jatuh pada kincir angin savonius. Kincir angin dengan sumbu vertikal. Alasan saya memilih kincir angin tersebut adalah ketika setelah saya menonton video pembuatan kincir angin berbahan baku dari drum bekas limbah industri. "Mereka saja bisa, saya juga pasti bisa", begitu gumam saya ketika akan membuat keputusan.
Melihat potensi sekitar
Pemilihan kincir angin untuk diangkat dalam program usulan PKM bukanlah tanpa alasan. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki garis pantai di sebelah selatan. Letak geografis tersebut menjadikan DIY memiliki potensi akan energi angin yang merupakan energi terbarukan. Kecepatan angin rata-rata di pantai selatan adalah 4 m/detik (LAPAN).
Menurut Daryanto Y., "Walaupun pemanfaatan energi angin dapat dilakukan di mana saja, daerah-daerah yang memiliki potensi energi angin yang tinggi tetap perlu diidentifikasi agar pemanfaatan energi angin ini lebih kompetitif dibandingkan dengan energi alternatif lainnya. Oleh karena itu studi potensi pemanfaatan energi angin ini sangat tepat dilakukan guna mengidentifikasi daerah-daerah berpotensi. Angin selama ini dipandang sebagai proses alam biasa yang kurang memiliki nilai ekonomis bagi kegiatan produktif masyarakat".
Di pantai selatan DIY sendiri sebenarnya sudah ada pusat riset penelitian dan pengembangan kincir angin yang merupakan hasil kerja sama beberapa pihak, tepatnya di pantai Baru. Kincir angin dengan berbagai model dan ukuran ada di situ. Kincir angin yang dikembangkan adalah kincir angin dengan sumbu horizontal.
Bergeser sedikit ke timur, maka akan bertemu dengan pantai yang memiliki mercusuar. Kemudian ke utara, maka akan sampai di Patihan, Gadingsari, Sanden, Bantul, DIY. Di desa tersebut mayoritas penduduknya bermata pencarian sebagai petani dan peternak. Di desa itu pula lah kami bertemu dengan kelompok peternak kambing Mendo Ngremboko. Pertemuan yang memberikan kami sebuah masalah yang harus kami pecahkan bersama.
Untuk pakanan hijau ternak, mereka menanam rumput gajah di lahan pasir. Irigasi yang menjadi permasalahan mereka. Dikarenakan dekat dengan laut, sumber air di sana bukanlah menjadi masalah utama. Di lahan tanam, mereka membuat sumur bor. Satu meter ke bawah dari permukaan tanah, sudah terlihat permukaan air. Untuk mengairi lahannya, mereka memakai mesin pompa air berbahan bakar minyak. Setiap kali akan mengairi lahan tersebut, mereka harus membawa mesin pompa air yang cukup berat dari rumah, belum lagi harus membeli bahan bakar.
Kincir angin penggerak pompa air kami pilih sebagai alternatif mesin pompa berbahan bakar minyak. Energi potensial yang dimiliki daerah tersebut dimanfaatkan sebagai penggerak kincir angin. Kincir angin mengkonversi energi potensial menjadi energi mekanik, menggerakan tuas pompa air untuk menaikkan air dari dalam tanah.