Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerdas Bersyukur, Lihat Sekelilingmu

5 Desember 2016   12:12 Diperbarui: 5 Desember 2016   12:32 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sehat itu mahal, matipun juga mahal (sumber: dailymail)"][/caption]

Sering kali aku merasa pelayanan publik itu jauh dari apa yang ku mau, jauh dari harapanku. Ya, namanya juga pelayanan publik, isinya tidak hanya satu-dua orang. Setiap orang punya keinginan, setiap orang punya kemauan, setiap orang punya harapan. Apa jadinya kalo setiap orang itu dituruti? Namanya nanti bisa-bisa ganti jadi pelayanan pribadi dong ya hehehe

Aku ambil contoh kasus, pelayanan kesehatan di Puskesmas. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang ingin sehat, apa kamu mau sakit? Masuk ke ruang yang penuh dengan wajah harap-harap cemas sambil mencoba bertahan sekuat semampunya, ku hampiri perempuan paruh baya yang berada di belakang meja itu. Mendaftar, menunggu, di periksa dan konsultasi dengan dokter, menunggu (lagi), menebus obat, ambil obat di apotek, lalu kembali ke surga.

Proses itu harus aku lewati dengan menggerutu dan mengomentari. Mulai dari alurnya, orang-orang yang melayani, pelayanannya, orang yang butuh pelayanan, sampai hal-hal yang mungkin tidak bermutu bagi orang lain untuk di komentari.

Tiba-tiba pandanganku terpaku di salah satu sudut ruangan. Ada seorang nenek duduk termenung sendiri menunggu panggilan, panggilan nomor antreannya. Lama ku mengamatinya, lalu aku berpikir, "Apa jadinya jika nenek itu tau segala sesuatunya ya?" Mungkin saja dia akan melakukan hal yang sama denganku. Tapi pandangan beliau tidak bisa dialihkan dari layar pengkabul harapannya. Beliau sabar menunggu, tak ada ragu diraut wajah keriput itu.

Dari situ ku belajar. Sabar itu tidak ada batasnya. Pintar bersyukur itu perlua, cerdas bersyukur itu harus. 'Nyinyir' memang lebih mudah, banyak ruginya, itu jelas. Tapi kalo nyinyirnya positif, bisa jadi lebih baik, boleh tidak ya? Baik gak? Memang susah ya cari konseptor sekaligus eksekutor yang baik, ya minimal eksekutornya baik-baik deh.., soalnya konseptornya sudah banyak baiknya. Semakin banyak kita tau, semakin kita tidak tau apa-apa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun