Di umur yang ngga kecil lagi karna sudah "puluh" dibelakangnya tentunya, mulai mengenal kerasnya dunia. Nggatau kenapa ternyata hidup itu sangat amat ribet dan memusingkan, biaya hidup yang karena sekarang ngga tinggal bareng lagi bareng orang tua (serumah), di ruangan tiga kali empat itu tempat melepas lelah selama mencari kehiduan baru dan tentunya belajar dengan hal baru. Nemuin hal yang ngga disaangka sangka adalah tantangan yang horor awal nempatin tempat itu dan sampe sekarang pun sebenranya belum siap, karena masih mencari zona nyaman dan menghindari zona merah. Inilah kehidupan baru yang dibuat dan inilah kenyataan yang harus dijalani. Seramnya kota perantauan memberi banyak pelajaran baru dan pengetahuan survive ala orang yang hidup di tengah peradaban manusia, karena ini bukan dihutan yang biasa dilakukan ketika kegiatan pramuka atau kegiatan pencinta alam lainya. Banyak hal aneh bahkan sampe ngga masuk akal karena keberagaman pemikiran manusia.
Kuliah itu dambaan bagi kebanyakan siswa yang telah selesai melanjutkan pendidikan di sekolah menengah atas, tak sedikit juga yang tidak bisa melanjutkan karena keterbatasan orang tua dan keluarganya dan lebih memilih untuk bekerja dan menghasilakan sesuatu yang bermanfaat lainya seperti membantu perkerjaan orang tua. Bisa kuliah pun suatu keajaiban bagi keluarga yang pas pasan dan tidak berpangku tangan dengan beasiswa, bukan karena tak berprestasi dan bukan juga karena tidak sama sekali pintar atau bodoh dalam akademik tapi lebih tepatnya mungkin kurang beruntung saja. Di semester empat ini tentunya mangkn banyak tantangan yang lebih besar lagi dan siap tidak siap harus siap jika tidak ingin tertinggal.
Cinta nggatau kenapa sering mendifinisikan cinta yang kadamg terfikirkan secara tiba tiba tak mengenal waktu. Hanya saja saat ini aku sedang memefikirkan beberapa orang, ya beberapa orang karena aku seorang jomblo tulen yang beberapa kali gagal dalam merebut hati. Jomblo ini antara kekurang pandaianku dalam mendapatkan seseorang dan prinsip itu tipis tapi tak setipis kertas, dan tak setipis daging fillet. Pernah ngrasain ngga sih, sendirian terus ngelamun dan munculah beberapa nama bahkan imajinasi mengenai sesosok wanita pujaan dan pilihan kadang terbayang aku bertanya pada diriku sendiri apakah aku pecundang ? tentu tidak karena aku pemuda waras yang menjaga kehormatan dan wibawa dan tak mau dibilang pecundang.
Aku selalu menjaga bicaraku dan cara menyampaikannya pada orang lain, itu aku lakukan untuk menjaga hubungan antara aku denganya juga menjaga wibawaku, tetapi ada satu hal yang sangat aku jaga dalam hidupku yaitu kredibelitas. Dalam hidup seseorang seringkali melupakan dan meninggalakan hal yang sepele menurut kebanyakan orang dan melupakanya, yang membuat orang itu kehilangan yang dia tuju. Dunia persilatan ini sangat keras, maksud dari persilatan bukan menggambarakan aku seorang pendekar atau aku sedang menceritakan dunia silat dan menceritakan padepokan tertentu. Bukan kawan, yang kumaksudkan hanya menggambarkan kerasnya hidup ini saja yang terkadang harus berkelahi untuk menjaga sesuatu atau harus saling sleding dalam kehidupan.
Mengeluh ya selalu mengeluh meski mematrikan prinsip dalam dada tidak boleh mengeluh tapi entah kenapa dengan mengeluh kita seperti mendapatkan kepuasan sendiri seperti kita telah meluapkan kekesalan kita. Tidak ada manusai yang tak mengeluh karena mengeluh tak hanya disampaikan pada orang lain saja tapi dkala sendiripun kita sering mengeluh, depan cermin depan apapun bahkan tak ada benda sekalipun didepan pandangan kita seperti duduk diteras dan mengeluh lebih tepatnya kita melontarkan kepesimisan dan kadang kepercayaan diri kita.
Sebagai umat beragama aku diajarkan doa dan beryukur ya Allah aku merasa hanya kepadamulah semuanya berujung dari sekian banyak masalah akan terasa ringngan jika melibatkanmu, akan tetapi kenapa aku merasa hamba yang paling tidak bersyukur kepadamu karena banyak ketaatan yang aku tinggalkan bahkan yang diharuskan olehmu. Terimakasih ya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H