Mohon tunggu...
Dimas Aji Putupraja
Dimas Aji Putupraja Mohon Tunggu... Administrasi - Jangan berhenti belajar

ASN Pemerintah Kabupaten Pacitan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dibalik Viralnya Om Telolet Om

28 Desember 2016   00:05 Diperbarui: 28 Desember 2016   00:29 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah beberapa hari ini saya melintasi jalan raya Semarang-Purwodadi. Di beberapa titik, disekitar perumahan dan di beberapa pertokoan di pinggir jalan, saya temukan pemandangan yang cukup menarik perhatian. Menunjukkan seolah-olah mereka juga tidak ingin ketinggalan terhadap suatu hal yang sedang viral di media sosial saat ini. Saya melihat sekelompok orang dengan beragam usia, laki-laki dan perempuan, dengan riang gembira menunjukkan kertas bertuliskan "om telolet om" dengan bersorak-sorak ketika ada bus melintas di jalan dimana tempat mereka berkumpul. Bahkan ada juga yang membawa spanduk besar dengan tulisan yang sama. Pagi hari, beberapa kelompok anak-anak seusia anak SD sudah memulai aktivitas tersebut. Bahkan ketika sore hari lebih banyak lagi kelompok yang melakukan aktivitas yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial saat ini.

Mungkin bukan Indonesia namanya jika warganya tidak heboh dengan hal-hal yang sifatnya baru atau dalam bahasa kekinian kita lebih mengenalnya dengan kata hits. Fenomena om telolet om sudah viral terhitung tanggal 20 Desember lalu. Hal ini menjadi lebih viral ketika fenomena ini juga diikuti oleh warga negara asing. Banyak pihak yang beranggapan bahwa fenomena ini adalah sebuah hiburan bagi masyarakat dan mungkin ini bisa menjadi kebanggaan dipenghujung tahun ini.

Saya menulis tentang fenomena ini karena saya berpikir apakah ada manfaat bagi masyarakat ketika tulisan "om telolet om" mereka direspon oleh sopir bus yang dimaksud. Kalau disebut sarana hiburan saya setuju, karena ternyata ketika ada respon dari sopir dapat mengundang tawa yang lepas bagi orang yang menyaksikan. Termasuk juga saya yang hanya sekedar penikmat saja.

Lalu apakah ada manfaat lain? Atau cenderung lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya? 

Sebagian besar yang mengikuti fenomena ini adalah anak-anak yang masih berusia sekolah dasar dan sekolah menengah. Untung saja saat ini sedang liburan sekolah, bagaimana jika fenomena ini terjadi pada saat hari efektif belajar di sekolah, mungkin banyak pelajar yang turun ke jalan dari pada belajar di kelas. Kemudian pada waktu sore hari, bukankah lebih baik jika anak-anak seusia sekolah dasar pergi ke masjid untuk mengikuti sekolah madarasah atau TPA. Bukan justru turun ke jalan mengikuti fenomena yang sedang viral yang tidak banyak membawa manfaat. 

Kita tidak bisa mencari kambing hitam atas fenomena yang terjadi saat ini. Saya sangat berharap fenomena ini segera berakhir karena memang tidak ada manfaatnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun