Mohon tunggu...
Dimas Aji Putupraja
Dimas Aji Putupraja Mohon Tunggu... Administrasi - Jangan berhenti belajar

ASN Pemerintah Kabupaten Pacitan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menerapkan Hubungan Senior-Junior yang Humanis, Dinamis, dan Kemitraan

13 Januari 2017   08:55 Diperbarui: 13 Januari 2017   09:17 2243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah salah satu upaya untukmencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945.Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tentunya dibutuhkan pendidikan yangberkualitas baik dari segi sarana prasarananya, kurikulum pendidikan, tenagakependidikan serta yang paling penting adalah proses kegiatan belajar mengajaryang diberikan kepada peserta didik. Jika semua unsur penyelenggaraanpendidikan terpenuhi secara maksimal maka akan dihasilkan peserta didik yangbenar-benar cerdas, sesuai dengan amanat "mencerdaskan kehidupanbangsa". Sampai saat ini permasalahan dalam dunia pendidikan belum menemuititik terang. Permasalahan demi permasalahan datang silih berganti mewarnaipotret dunia pendidikan kita. 

Dunia pendidikan kita kembali tercoreng denganadanya peserta didik pada Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran yang meninggal duniadikarenakan dianiaya oleh seniornya. Kabar tersebut ramai dibicarakandiberbagai media pada Rabu, 11 Januari 2017 kemarin. Kejadian serupa tak hanyaterjadi pada waktu itu, melainkan di lembaga yang sama sebelumnya juga pernahada korban meninggal karena dipukul oleh seniornya. Tidak hanya di lembagatersebut, di beberapa lembaga pendidikan tinggi juga pernah terjadi kasuskekerasan yang pada akhirnya juga meninggalkan duka. Pada beberapa sekolahdiberbagai daerah juga sering terjadi tindak kekerasan baik yang dilakukanantar sesama peserta didik maupun yang dilakukan oleh guru atau dosen kepadapeserta didiknya. 

Kasus yang terjadi di STIP kemarin adalah bentukadanya hubungan senior-junior yang diterapkan dalam model pendidikannya. Sayajuga mahasiswa yang saat ini terbentuk oleh budaya senior-junior. Sesuai denganpengalaman saya, pendidikan dengan model hubungan senior-junior tidaksepenuhnya salah dan tidak juga selamanya bisa dibenarkan. Tidak sepenuhnyasalah karena pasti ada manfaat dari model sperti ini, dan tidak selamanya bisadibenarkan karena seorang senior dalam membina juniornya tidak bisa berpedomanpada warisan senior-senior terdahulu. Dalam doktrin senior-junior, seorangjunior (adik tingkat) mempunyai kewajiban untuk menghormati, menghargai, patuh,respek dan loyal kepada seniornya (kakak tingkat). Dengan harapan kebiasaan iniakan terbawa pada saat bertugas dilapangan kelak. Seorang senior juga mempunyaihak untuk mendidik dan membina juniornya supaya menjadi peserta didik yangberkarakter dan berkepribadian baik. Tentunya pembinaan seorang senior harussesuai dengan peraturan yang diterapkan di institusinya dan tidak melanggarnorma-norma sosial. Seorang senior juga mempunyai beban moral, dimana generasidibawahnya harus lebih baik dari generasi pendahulunya. Sama halnya dengan jikakita seorang anak pertama atau seorang kakak, pasti kita menginginkan adikkandung kita lebih baik dari diri kita.

Kejadian yang menimpa Amirullah, taruna tingkat Ijurusan Nautika STIP tersebut dapat dikatakan pembinaan kepada junior yangberlebihan dan sudah tidak relevan dengan kondisi kehidupan saat ini. Pembinadi institusi saya sering mengatakan “keras boleh, asalkan jangan dengankekerasan”. Kenapa tidak relevan dengan kondisi saat ini? Ketika berkecimpungdalam dunia kerja, seorang pimpinan boleh keras kepada bawahan. Keras disiniberarti bahwa seorang pimpinan boleh menekan bawahan supaya berkinerja maksimaldan seorang pimpinan boleh memarahi bawahan jika pekerjaannya tidak beres.Tetapi, seorang pimpinan tidak dibenarkan melakukan tindak kekerasan fisikkepada bawahannya seperti menampar, memukul dan tindakan lainnya yangbersentuhan dengan fisik. Bahkan di institusi TNI pun yang hakikatnya merekadibentuk untuk “killed or to be killed” kegiatankekerasan fisik sudah tidak dibenarkan lagi karena sudah bersentuhan denga hakasasi manusia. 

Pendidikan yang menerapkan model senior-junior diera saat ini perlu mengubah paradigma lama hubungan senior-junior. Warisansenior sejak zaman dulu adalah adanya hukum senior yang benar-benar membuatseorang junior lemah tak berdaya. Pasal pertama hukum senior itu berbunyi“Senior selalu benar” dan pasal kedua bunyinya “Jika senior salah kembali kepasal pertama”. Pasal-pasal tersebut tentunya membuat junior merasa takut,tertekan dan bahkan ada juga junior yang stress gara-gara pasal tersebut danberniat untuk melarikan diri dari pendidikan yang dilaluinya.

Alangkah lebih baiknya jika kita mengubahparadigma lama tersebut dengan menghilangkan pasal-pasal setan itu. Hubungansenior-junior akan lebih indah jika dilakukan melalui pendekatan hubungankakak-adik yang lebih humanis. Dunia kerja pada era globalisasi ini lebihmenekankan kepada team work denganhubungan kekeluargan yang erat dalam satu tim atau dalam suatu unit kerja.Dengan hubungan kakak-adik tentunya akan menimbulkan hubungan kekeluargaan yanglebih erat dalam dunia pendidikan. Seorang kakak akan benar-benar membina adiktingkatnya sama halnya ketika memperlakukan adik kandungnya sendiri dan seorangadik tingkat akan lebih menghargai dan segan terhadap kakaknya.

Perlu dilakukan upaya yang serius untuk menekanangka kekerasan dalam dunia pendidikan. Terutama dalam pendidikan yang menerapkansistem boarding school. Komitmenpimpinan institusi harus kuat untuk menghilangkan kekerasan dalam lembagapendidikan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membentuk hubungansenior-junior yang harmonis adalah dengan menerapkan konsep keluarga asuh.Dimana satu keluarga asuh terdiri dari peserta didik yang statusnya senior danjunior. Dalam keluarga asuh tersebut seorang senior harus bisa menempatkan dirisebagai seorang kakah asuh yang mengayomi adik asuhnya. 

Memberlakukan sanksi yang tegas juga perluditerapkan untuk menekan angka kekerasan dalam dunia pendidikan. Lembagapendidikan harus membuat aturan jika ada yang melakukan kekerasan maka akandikeluarkan dari lembaga tersebut. Dengan demikian para senior akan merasatakut jika melakukan tindak kekerasan kepada juniornya. Menerapkan pendidikanyang lebih bernuansa religius juga dapat digunakan untuk menekan kekerasan dilembaga pendidikan terutama yang menerapkan sistem boarding school. Misalnya saja mewajibkan peserta didik untuksholat berjamaah di masjid bagi yang beragama islam, kemudian selesai sholatdiwajibkan untuk membaca Al-Quran dan bagi yang beragama non islam diwajibkanberibadah ditempat ibadahnya masing-masing kemudian dilanjutkan denganpendalaman kitab suci masing-masing. Upaya ini agar para peserta didik selalumerasa diawasi oleh Tuhan sehingga takut jika melanggar ketentuan lembaga pendidikan.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaranpeserta didik untuk berubah. Berubah disini berarti tidak meneruskantradisi-tradisi yang dibawa oleh seniornya terdahulu, kemudian mampu untukmembentuk hubungan senior-junior yang lebih humanis, dinamis dan kemitraan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun