Mohon tunggu...
Dimas Saputra
Dimas Saputra Mohon Tunggu... Penulis - CW

Journalist & Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ketika Nasib Koalisi Petahana Berada di Tangan MK

8 Agustus 2018   11:56 Diperbarui: 8 Agustus 2018   12:02 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan, di tengah hiruk-pikuk pendaftaran capres dan cawapres untuk Pilpres 2019. Lembaga peradilan ini bisa menjadi penentu peta pertarungan politik dalam kontestasi demokrasi untuk mencari pemimpin tertinggi di negeri ini.

Pasalnya, salah satu koalisi partai politik, sangat bergantung kepada palu hakim MK ini, dalam menentukan kandidatnya. Koalisi itu adalah kubu petahana yang kembali ingin mencalonkan Jusuf Kalla (JK) sebagai calon pendamping Joko Widodo (Jokowi).

Sebenarnya, banyak yang menentang langkah JK ini untuk menapaki posisi wapres untuk ketiga kalinya. Mereka beranggapan upaya ini seperti hendak membuka kotak pandora, karena terbuka lagi peluang bangsa ini diperintah lagi oleh penguasa yang otoriter.

Ini diyakini akan menimbulkan instabilitas konstitusi di kemudian hari. Pasti akan sulit bagi petahana menahan godaan untuk terus-menerus berkuasa. Dan, apabila kekuasaan sudah dipegang terlalu lama, maka otoritarianisme berkuasa akan mustahil dihindarkan.

Namun sayang, hal ini seakan tak dihiraukan. Partai Perindo tetap mengajukan uji materi Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini ke MK. Mereka ingin aturan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya dibolehkan dua kali, baik berurutan maupun tidak, agar dibatalkan.

Rumor yang beredar, upaya Perindo ini sudah mendapat restu dari parpol koalisi pendukung Jokowi yang lain. Hal itu disebabkan JK dianggap bisa menjadi solusi untuk memecah kebuntuan penentuan cawapres Jokowi, yang hingga kini masih diperebutkan parpol koalisi.

Lagipula, penunjukan JK juga memberikan keuntungan lain bagi penguasa, yaitu kemudahan mengusung calon baru di Pilpres 2024. Pada tahun itu, Jokowi tidak bisa lagi maju, sehingga PDI Perjuangan harus mengusung kandidat baru. Jadi waktu lima tahun ke depan mereka bisa menyiapkan figur-figur penerus dari lingkaran internal.

Hanya saja, yang menjadi pertanyaan, apakah Jokowi serius ingin menggandeng JK kembali? Perlu diketahui, elektabilitasnya tidak seperti dulu. Sudah kian meredup. Bahkan di kampungnya sendiri, di Makassar, JK tak mampu meng-endorse elektabilitas keponakannya, sehingga mencetak sejarah baru dengan menjadi satu-satunya calon tunggal yang kalah dari kotak kosong di pilkada.

Rendahnya tingkat keterpilihan JK juga tergambar dari hasil survei Roda Tiga Konsultan (RTK) yang dirilis akhir pekan kemarin. Sebagai petahana, ia hanya mampu meraih posisi kedua sebagai kandidat cawapres pada pertanyaan spontan (top of mind). Ia kalah dari politisi muda yang sedang naik daun, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang yang menempati urutan teratas.

Tentu hal ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi Jokowi jika nanti MK mengabulkan uji materi terkait masa jabatan ini. Apakah mengajak JK lagi atau menolaknya, semua pilihan punya keuntungan dan kelemahan. Jika diajak, elektabilitas rendah, tapi koalisi tidak pecah, dan Pilpres 2024 PDIP gampang mengusung figur baru. Tapi jika ditolak, koalisi sulit menentukan kandidat, dan siapa yang terpilih jadi cawapres sat ini, berpeluang besar untuk berjaya di pilpres selanjutnya. Bisa-bisa hal ini merugikan PDIP nantinya.

Namun, sebagai rakyat, kita tentu berharap MK dapat memutus dengan seadil-adilnya. Putusan yang benar-benar menegakkan konstitusi di negeri ini. Bukan karena terpengaruh kepentingan dan ambisi berkuasa individu atau kelompok. Sebab, ada pula rumor yang berhembus kencang menyebut putusan uji materi ini akan diputus sebelum tanggal 10 Agustus, dan hasilnya dikabulkan. Entahlah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun