Surabaya Kota merupakan suatu daerah yang memiliki populasi kurang lebih 3 juta. Daerahnya membentang dari ujung Romokalisari sampai Gunung Anyar, dan di dalamnya, terletak masyarakat yang menduduki berbagai kedudukan ekonomi. Tetapi, saat di Surabaya, rasanya sulit untuk membayangkan bagaimana berpergian tanpa Motor atau Mobil andalan. Surabaya rasanya sangat panas, membentang, dan hampir tidak ramah jika tidak berpergian menggunakan kendaraan pribadi.
Di tengah PPN 12%, bensin Pertalite dan Pertamax yang kotor, SIM tembak, dan banyak kontroversi yang lainnya terkait kendaraan pribadi, seharusnya ada alternatif lain yang tidak melibatkan kendaraan pribadi; baik taksi dan ojek maupun kendaraan sendiri. Dan di Surabaya, sebenarnya ada. Tetapi, mengapa saat kita berpergian, Transportasi Umum sudah tak banyak dihiraukan oleh masyarakat?
Dari Data Pemkot sendiri bertanggal tahun 2011, ada sebanyak 58 lin angkot yang pernah ada dan sedang jalan di Surabaya ini. Bahkan, tahun 2016-17 pun, Angkot masih menjadi moda transportasi umum yang disuka oleh masyarakat dan sering dinaiki. Tetapi, data Dishub dari 2023 menunjukkan bahwa sekarang hanya ada kurang lebih 500 angkot yang tersebar di 58 lin tersebut. Banyak lin dari 58 itu juga sekarang nonaktif, dan bagi lin yang aktif, Â angkotnya sudah mulai terlihat termakan oleh waktu.
Lalu, bagi yang menginginkan transportasi umum yang lebih tentu, nyaman, dan akomodir, apakah ada pilihan lain?
Pemerintah Kota menyediakan Suroboyo Bus dan Wira Wiri untuk menampung aspirasi masyarakat, dan juga meminta bantuan dari Dishub dan program Teman Bus untuk mengisi beberapa lin yang sebelumnya dilepas dari program Suroboyo Bus. Di banyak liputan, baik Suroboyo Bus, Trans Semanggi, dan Wira Wiri menuai banyak pujian dari liputan seluruh Indonesia. Baik dari sistem penukaran botol plastik, hingga sistem feeder inovatif yang mulai menyambung banyak rute yang sudah terputus dari angkot.
Tetapi, walaupun dengan seluruh pilihan tersebut, mengapa banyak orang masih tidak menghiraukan atau memfaktorkan adanya transportasi umum?
Salah satu alasan yang paling sering dibawakan oleh masayarakat setempat adalah bahwa menaiki Bus atau Wira Wiri masih 'rumit', atau 'mencakup waktu lama'. Dan ada benarnya dari pernyataan tersebut. Padahal, layanan seperti Suroboyo Bus dan Wira Wiri malah lebih menguntungkan masyarakat seperti masyarakat yang berumur lanjut, anak anak yang belum punya SIM, dan juga banyak kalangan yang merasa keberatan dengan bepergian dengan motor entah apa alasannya.
Mulai dari kurangnya integrasi antara Trans Semanggi dan Suroboyo Bus & Wira Wiri, waktu menunggu yang bahkan sampai 1 jam untuk menunggu bus atau Wira Wiri selanjutnya, dan ketidaknyamanan banyak halte yang terletak di ujung kota Surabaya. Banyak halte masih berupa plang yang mudah dilewati pengemudi, penegmudi Wira Wiri juga banyak tercatat ugal-ugalan, dan bahkan pengemudi Trans Semanggi dan Suroboyo Bus pernah tercatat mengemudi secara tidak aman. Bisa dibilang, masih banyak yang bisa diperbaiki transportasi umum Surabaya saat ini.
Tetapi, petahana kota Surabaya tercinta kami juga masih tercatat banyak menuliskan wacana yang bunyinya tidak berarti bagi pengendara transum Pemerintah Kota saat ini. Ada Taksi Air, yang katanya bisa meluncur secepat 2025. Ada pula ART, yang kesannya terbirit-birit mengikuti IKN dan akan jauh lebih mahal daripada sistem Bus/BRT konvensional. Dan pada akhirnya, ada juga MRT/LRT, yang sampai sekarang belum ada desus desus satu kata setelah janji pada awal kampanye pertama.
Padahal, Surabaya masih belum pula menjalani elektrifikasi rel rel Gerbangkertosusila; layanan yang akan lebih menguntungkan bagi berbagai kalangan yang sedang bergantung kepada KA Lokal dan Trans Jatim. Tak juga menyebutkan APBD yang akan dialihkan kepada Taksi Air dan ART, yang akan lebih menguntungkan jika dialihkan menjadi alokasi lebih banyak unit Wira Wiri dan pembaruan unit Suroboyo Bus trayek Purabaya-Tanjung Perak, yang terkesan usang dan sudah mulai menua.
Hal hal ini sebenarnya sangat disayangkan bagi kota yang dulunya pernah tercatat sebagai kota yang sangat maju dalam hal penghijauan dan konservasi lingkungan. Rasanya sangat setengah-setengah jika kota yang membanggakan diri dari ruang hijau dan pohon pohon yang membarisi setiap ruas jalan masih kurang dalam aspek menarik pengendara kendaraan pribadi untuk menggunakan transportasi umum. Terutama, dengan masyarakat sekarang yang semakin sadar atas pentingnya konservasi lingkungan, dan bagaimana berbahayanya asap satu mobil; baik isinya satu atau sepuluh orang, kepada lingkungan sekitar.
Lalu, apa yang kita bisa lakukan untuk terus memperbaiki dan menaikkan kesadaran masyarakat terhadap menaiki transportasi umum?
Pemerintah Kota, selayaknya Pemerintah Kota, sudah sepatutnya menyediakan transportasi umum yang lebih bisa diandalkan, terutama untuk kota sebesar Surabaya. Layanan seperti Purabaya-Kenjeran masih banyak menuai kritik setelah launching di Februari awal tahun ini karena bus bus nya yang sering rusak dan jarang muncul. Hal ini juga dipertonjolkan lagi dengan masa pertengahan Tahun, dimana baik mahasiswa baru UNAIR dan ITS mulai memenuhi dan membuat banyak penumpang K3L kewalahan dan tidak nyaman. Ini sudah mulai diredakan dengan adanya R4, tetapi, dengan menggunakan Bus Listrik, tidak mengurangi kesempatan bahwa bus nya akan juga mengalami problema yang sama.
Bukan artinya sistem Trans Semanggi yang ber-trayek Kejawan Putih Tambak -- UNESA masih lebih baik juga. Sejak Juli tahun ini, mesin tap kartu E-Money yang dulunya ada di setiap bus sekarang dicabut, dan pengadaan nya kembali juga masih belum tentu, bahkan saat beberapa bus sudah dipasangkan mesin tap kartu. Rute Bus R1 pun juga mulai menuai kritik dari pengguna setiap hari-nya. Tak jarang laporan bahwa bus bus di R1 memiliki AC yang tidak berfungsi, atau ketidaknyamanan lainnya seperti bus yang terkesan padat dan jarang.
Wira Wiri juga masih bisa diperbaiki. Walaupun sudah dialokasikan unit sesuai perkiraan, masih banyak trayek yang digarisbawahi di Rencana Kerja Pemerintah Daerah pada tahun 2023 tapi masih belum diimplementasikan. Ada juga masalah kualitas pengemudi yang seringkali mengemudikan Wira Wiri secara tidak nyaman, dan cerita Wira Wiri yang nyebur di sekitaran UPN masih belum luput di benak pikiran banyak masyarakat.
Setelah hal hal itu sudah terurus, bukan artinya kita bisa langsung terjun ke ART, Taksi Air dan lain lain. Melainkan, kita harus terus memperbaiki dan memperbagus apa yang kota Surabaya ini punya. Tambahkan jalur untuk bus di jalan jalan seperti A. Yani, Jemursari, MERR. Tekankan headway antara bis menjadi 10 menit, dan melakukan sosialisasi yang efektif sebelum beralih ke Langkah yang lebih drastic untuk mewujudkan Surabaya menjadi kota yang hijau dan bersih.
Sebelum Jakarta memiliki MRT, Jakarta pertama harus mengembangkan BRT dalam bentuk TransJakarta. Dan sebelum TransJakarta, Jakarta melakukan peremajaan KRL dengan membeli kereta bekas dari Jepang. Ini menunjukkan bahwa, bahkan di kota kota sebesar dan sepadat Jakarta, Transportasi Umum tak bisa ditaruh secara semena-mena dan hanya sekedar janji manis.
 Nyatanya, Transportasi Umum adalah suatu layanan yang setara dengan listrik PLN dan pipa PDAM yang langsung dipasok ke rumah masyarakat, karena, dengan adanya transportasi umum yang baik dan dapat diandalkan, lebih banyak orang akan dapat berpergian tanpa memikirkan bensin, kehujanan, kerusakan mesin, dan lain lain.
Dengan adanya transportasi, akan muncul kebebasan bagi berbagai kalangan untuk bekerja, bertamasya, dan berpergian dari ujung ke ujung kota Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H