Mohon tunggu...
Dimas Eka Priambudi
Dimas Eka Priambudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai Konservasi Sosial dalam Sistem Pertanian Modern

24 Maret 2023   20:53 Diperbarui: 24 Maret 2023   20:55 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia sering dikenal oleh masyarakat luas sebagai negara agraris. Negara Agraris adalah sebuah negara yang mata pencaharian warga negaranya mayoritas di sektor pertanian. Maka, jika kita berbicara mengenai sistem pada bidang pertanian maka tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan bernegara Indonesia sebagai negara Agraris. Beberapa hari yang lalu sebelum saya menulis essai ini saya sempat bertemu dengan salah satu petani di Desa Tanjung, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah yaitu Bapak Sumaryanto. Dalam pertemuan tersebut saya banyak bertanya kepada Bapak Sumaryanto mengenai sistem pertanian modern yang sekarang sudah banyak diterapkan di beberapa wilayah. Beliau terlihat sangat antusias ketika saya bertanya mengenai konsep konservasi sosial dalam sistem pertanian saat ini, kebetulan juga beliau adalah anggota Kelompok Tani yang ada di Desa Tanjung. Saya bertanya dari mulai masa tanam hingga masa panen.

Beliau menjelaskan bahwa modernisasi dalam pertanian saat ini marak terjadi karena tuntutan zaman sekarang, dimana petani harus mau beradaptasi terkait kemajuan teknologi. Modernisasi ini bertujuan agar pertanian di Indonesia tidak tertinggal dengan negara lain dan produksi panennya pun juga maksimal. Pada masa tanam sekarang bahkan sudah ada alat yang modern untuk menanam padi, beliau bercerita alat ini karena memang beliau pada saat ini menanam padi. Akan tetapi Bapak Sumaryanto juga menambahkan bahwa alat ini masih jarang dipakai di area persawahan Desa Tanjung, karena masih melestarikan kearifan lokal yaitu menanam padi bersama-sama atau kerap disebut Tandur ( Tanam Mundur ) dimana pemilik sawah meminta bantuan kepada ibu-ibu di desa tersebut untuk menanam padi bersama-sama kemudian diberikan imbalan, hal ini juga menunjukan konsep konservasi sosial dimana pada saat menanam padi pemilik sawah meminta bantuan kepada orang lain agar mempercepat proses penanaman padi. Walaupun konsep konservasi sosial ini juga ada di alat tanam padi modern karena operator dari alat padi ini tidak dapat dilakukan sendirian dan ada yang mendampingi sehingga konsep konservasi sosial disini ditunjukan dengan adanya kerjasama antara kedua orang tersebut.

Setelah masa tanam, padi ini tidak dibiarkan begitu saja akan tetapi diberikan pupuk. Modernisasi dalam pupuk ini juga terjadi dimana pada zaman dahulu pupuk terbuat dari bahan baku yang alami tanpa adanya campuran dari bahan kimia akan tetapi, pada saat ini mayoritas para petani menggunakan pupuk kimia. Bapak Sumaryanto menjelaskan bahwa penggunaan pupuk kimia saat ini merupakan penunjang agar hasil panen kelak dapat optimal. Akan tetapi juga berakibat negatif pada tanah yaitu tingkat kesuburan tanah lama kelamaan akan berkurang. Nilai konservasi sosial pada masa pemupukan pada juga dilakukan oleh beliau yaitu hampir sama ketika masa tanam, Bapak Sumaryanto mengajak 2-3 petani untuk melakukan pemupukan bersama-sama di area sawahnya. Hal ini beliau lakukan selain agar memangkas waktu proses pemumpukan juga membantu ekonomi petani yang lain tak kadang beliau juga bercerita sering membantu petani lain dalam memupuk padi sehingga, terjadinya proses timbal balik membantu dan ini menunjukan bahwa nilai Konservasi Sosial terjadi karena adanya proses bergantian membantu tanpa memikirkan garapannya dirinya sendiri.

Singkat cerita, Bapak Sumaryanto menjelaskan pada saat masa panen poses modernisasi sudah dilakukan oleh para petani sejak lama, dari mulai alat blower hingga saat ini sudah memakai Kombi. Blower dan Kombi merupakan alat hasil modernisasi yang digunakan oleh para petani pada saat ini. Kedua alat ini masih sering dipakai, akan tetapi pada akhir-akhir ini Combi lebih disukai dan digunakan oleh petani pada saat mengambil padi. Walaupun proses pengambilan padi dapat diambil cepat, akan tetapi alat Kombi ini juga meninggalkan bekas pada area persawahan dan merusak kontur tanah sehingga setelah panen para petani mengembalikan kontur tanah kembali ke semula guna mempersiapkan proses tanam kembali. Nilai konservasi juga diimplementasikan ketika menjalankan alat Kombi, dimana operator Kombi ini tidak hanya satu orang saja tetapi 3-4 orang. Karena operator Kombi yang satu menjadi sopir yang memegang kemudi dan 2-3 orang bertugas untuk memasukan padi kedalam karung setelah padi keluar dari Kombi. Cara kerjasama dari operator Kombi ini menunjukan nilai konservasi sosial dimana kita sebagai mahkluk sosial tidak dapat melakukan suatu pekerjaan sendiri.

Diakhir kegiatan wawancara dengan Bapak Sumaryanto, saya diajak untuk berkumpul dengan petani lain disalah satu Gubug yang ada disawah. Para petani banyak bercerita dan juga mengeluh mengenai garapan sawahnya. Yang sering saya dengar yaitu tentang kelangkaan pupuk, padahal pupuk ini menjadi senjata utama untuk para petani dalam menggarap sawah. Para petani juga saling bertukar pikiran dan memberikan solusi tentang kelangkaan pupuk yang terjadi akhir-akhir ini. Pupuk yang saat ini harus dibeli menggunakan kartu juga merupakan hasil modernisasi pada sistem pertanian, ini juga merupakan bentuk modernisasi dimana dahulu pupuk dapat dibeli di toko-toko atau kios-kios, tetapi semenjak adanya kartu tani tersebut petani hanya bisa membeli pada salah satu toko saja. Walaupun ini sebagai upaya modernisasi tetapi banyak dikeluhkan oleh para petani karena kebutuhan pupuk yang dibutuhkan oleh petani tidak sebanding dengan stok yang didapatkan. Keluhan petani ini juga menunjukan nilai dari konservasi sosial akibat adanya proses sistem pertanian modern yaitu petani memberikan kritik kepada pemerintah guna mencapai kepentingan bersama para petani, sehingga memunculkan kekompakan dan satu rasa petani untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintahan.

Pada akhir tulisan ini saya menyimpukan bahwa nilai konservasi sosial diimplementasikan pada sistem pertanian modern pada saat ini. Hal ini dibuktikan oleh Bapak Sumaryanto salah satu petani yang saya wawancarai bahwa ditiap kegiatan pertanian yang saat ini beralih dari tradisonal ke modern adanya kegiatan yang menunjukan nilai dari konservasi sosial. Maka, konservasi sosial ini terjadi dalam sistem pertanian modern yang pada saat ini mengalami kemajuan dalam teknologinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun