Di wilayah Subang pu  jika terjadi beberapa konflik atau perseteruan antar petani biasanya akan selesai dengan sendirinya dengan cara musyawarah dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan masyarakat di wilayah Karawang, dimana jika terjadi gesekan antar petani penyelesaiannya selalu berjalan lambat.
Selanjutnya, ditinjau dari segi kepercayaan, masyarakat di kedua wilayah studi lebih banyak serta memiliki rasa percaya yang tinggi kepada masyarakat lain yang masih memiliki hubungan saudara. Selain itu, biasanya rasa kepercayaan ini diterapkan pada beberapa kegiatan masyarakat yang ada, khususnya dari kegiatan pertanian.Â
Akan tetapi, perbedaannya adalah di lingkup masyarakat Karawang mereka lebih trauma akan kegiatan perekonomian, jika kegiatan tersebut dilakukan dengan pihak luar. Selain itu, di wilayah Subang dan juga Karawang, kepercayaan dari segi finansial biasanya terjadi kepada masyarakat yang ada di dalam wilayah itu saja.
Kondisi Kolektivitas Usaha TaniÂ
Terdapat tiga sub pembahasan dalam pembahasan kondisi kolektivitas usaha tani yang ada di wilayah Karawang dan Subang, dimana terbagi atas pembahasan sektor produksi, sektor pengolahan, dan sektor kegiatan pendukung atau penunjang. Dimana pada intinya sebagian besar sistem pertanian yang ada di kedua wilayah studi dirasa masih kurang mendukung dalam perwujudan sistem pertanian industrial yang berbasis pada kolektivitas usaha tani.
Ditinjau dari kolektivitas produksi, hasil produksi pertanian di wilayah Karawang dengan wilayah Subang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Beberapa diantaranya yaitu masih kurangnya tingkat partisipasi dan kerjasama dalam hal peningkatan pelayanan dari faktor produksi pertanian yang ada di kedua wilayah studi.Â
Selain itu, masih terbatasnya kegiatan yang dilakukan secara kolektif yang dilakukan oleh masyarakat di kedua wilayah studi, bahkan kegiatan yang dilakukan secara kolektif hanya sebatas kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal dasar pertanian.Â
Bahkan, untuk bidang perencanaan dan pemecahan masalah dalam hal pertanian saja masyarakat di kedua wilayah studi masih memiliki tingkat individualisme yang tinggi, sehingga tidak terciptanya kolektivitas usaha tani yang mumpuni untuk menunjang program pemerintah yang telah dicanangkan sebelumnya.
Sama halnya dengan kolektivitas produksi, dari segi kolektivitas pengolahan saja masyarakat dari kedua wilayah studi masih kurang maksimal pelaksanaannya. Diakui oleh masyarakat tersebut bahwa terdapat beberapa faktor pemicu kurang terlaksananya kolektivitas kegiatan pengolahan hasil pertanian di kedua wilayah studi antara lain yaitu, faktor penunjang teknologi yang masih terbatas dalam pengetahuan masyarakat, kemudian masih kurangnya pola pikir dari masyarakat yang menuju ke arah teknologi yang lebih baik. Lalu dari faktor SDM nya sendiri dari kedua wilayah studi yang dianggap masih kurang, teurtama dari segi pola pikir dari usia, serta beberapa faktor penghambat lainnya.
Kemudian, yang terakhir, yaitu dari segi kolektivitas penunjang, termasuk didalamnya yaitu segi faktor pemasaran, dimana dari segi kolektivitas penunjang, dikedua wilayah studi masih kurangnya lembaga yang menunjang dalam kegiatan sektor pertanian masyarakat yang memiliki skala besar. Selain itu, kurang berperannya lembaga pertanian yang berwenang dalam pemberian informasi mengenai hal pemasaran dan harga produk dan hasil pengolahan pertanian di kedua wilayah studi.Â
Hal tersebut membuat harga yang didapat oleh petani sering kali tidak menguntungkan petani di kedua wilayah studi tersebut. Selanjutnya, dari segi kolektivitas penunjang kegiatan pertanian, beberapa faktor justru menjadi penghambat terlaksanya kolektivitas di segi penunjang kegiatan pertanian di kedua wilayah studi. Salah satu faktornya yaitu kurangnya rasa kepercayaan yang ada di masyarakat terhadap lembaga yang terkait dalam hal pemasaran serta penunjang sarana dan prasarana kegiatan pertanian lainnya.