Mohon tunggu...
Dimas MPerkasa
Dimas MPerkasa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perempuan yang Dipilih Langit

25 Februari 2019   22:19 Diperbarui: 25 Februari 2019   23:09 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau tahu, pagi ini aku tak lagi menemukanmu dalam mimpiku, karena engkau telah beranjak naik menjadi sesosok realita. Sebuah realita yang dulunya hanya mampu kulihat di dunia fiksi yang kuciptakan : sebuah dunia tentang mu.

Langit hari ini mendung, namun ia tak kunjung hujan, karena ia tahu engkau masih sibuk dalam kebaikan keseharianmu, ia tak mau mengganggu mu yang bahagia dengan membahagiakan orang lain, engkau adalah yg terpilih, perempuan yang dipilih Langit.

Sedang aku, aku adalah laki-laki yang takut dengan khayalan yg kuciptakan sendiri, bak lentera yang takut akan api yang membakar sumbunya, sekalipun demi menyinari sekitarnya.

Dulu, kau bilang padaku bahwa doa-doa kita mampu menembus langit, bahwa dengan doa kita mampu berbuat apa yang kita tak punya daya untuk melakukan nya, bahwa dengan doa kita mampu menemukan cahaya dalam gelap gulita, bahwa dengan doa kita mampu mengubah takdir. Namun sepertinya hal itu hanya berlaku untukmu.

Bukan, bukannya aku tak percaya, bagaimana mungkin aku mengingkari kebenaran sosokmu yang telah ku lihat dengan mata sendiri, hanya saja. Untuk meyakini apa yang menjadi keyakinanmu, sepertinya aku butuh waktu.

Kau tahu, banyak yang ingin ku tanyakan padamu, tentang kabarmu selama ini, tentang bagaimana kau bisa berubah secepat ini, dan tentang masih adakah aku dihatimu... Ya meskipun aku tak pernah benar-benar tahu pernahkah ada sosok yang mengisi hatimu itu, jadi mari kita lupakan pertanyaan terakhirnya.

Masih ingatkah kau dengan percakapan kita sepuluh tahun lalu, tentang engkau yang bercita-cita jadi perempuan terkuat dalam sejarah penciptaan jagad raya, tentang ceritamu bahwa berabad-abad lalu engkau berhasil membunuh para iblis dari   nirwana, tentang ayahmu yang terbunuh dalam perang, dan tentang dirimu yang di usir karena menolak pinangan Dewa dan memilih mencintai manusia.

Entah cuma aku yang salah mengartikan ceritamu atau engkau yang memang melupakan cerita-cerita itu, intinya maafkan aku yang dulu tak percaya dengan ceritamu. Kalau boleh meminta sekarang,   bisakah aku menjadi manusia dalam ceritamu itu, sosok yang membuatmu terusir dari segala kenikmatan.

Pada akhirnya, aku hanya mampu mengagumimu dalam setiap jejak yang kau tinggalkan : pada goretan senja, diantara rintik-rintik hujan, dalam keheningan malam, embun-embun pagi, dan jingga yang keunguan di langit tempat asalmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun