Mohon tunggu...
Dima Ramuhyi
Dima Ramuhyi Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Saya hanya memperluas jejaring saya untuk menulis memaparkan gagasan dan pemikiran saya atas apa yang saya pelajari diberbagai ruang belajar, saya tak ingin kalian secara fragmatis mengamini apa yang saya tulis, jadilah bebas dengan otentisitas pemikiran anda masing-masing.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tinjauan Teoritis dan Filosofis atas Pemaknaan Kata Bodoh

27 Januari 2024   12:08 Diperbarui: 27 Januari 2024   12:19 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


    Dalam buku George stuart Fullerton dikatakan bahwasanya ruang dan waktu sangatlah luas bahkan sampai tak terbatas, itulah sebuah realitas yang harus kita pahami, sehingga memungkinkan manusia hanya dapat menyerap sebagian pengetahuan dari alam material saja (dirasakan oleh panca indra), maka mengambil pendapat dari sigmund freud bahwasanya pengetahuan manusia terbatas dan ketidaktahuannya sangat luas, maka sesama manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan akan lebih beradab jika manusia tidak menghakimi manusia lainnya dengan kata bodoh. Seperti yang telah dinyatakan tadi serta sampai sekarang kita belum mengetahui secara pasti bagaimana konkritisasi seseorang yang bisa dianggap bodoh dan pintar karena hal tersebut merupakan ruang lingkup transendental sehingga sangat sulit untuk dikaji secara komprehensif. 

    Berbicara Kosa kata Bodoh sendiri secara bahasa adalah suatu kondisi dimana manusia tidak memahami dan mengetahui pengetahuan. sebelum merekonstruksi pengertian tersebut ada satu hal yang harus diketahui yaitu berkenaan dengan pengetahuan, jadi pengetahuan itu sebuah hasil dari proses berpikir dan berbicara berpikir ini adalah suatu proses pengumpulan metode, konsep dan hipotesis yang nantinya menjadi sebuah pengetahuan sehingga tidak terdapat adanya ruang yang niscaya bagi bodoh dalam eksistensi manusia, terjadi sirkulasi yang mana antara pengetahuan, berpikir dan akal manusia merupakan hal yang sistematis dan selalu bekerja hal ini mensyaratkan manusia mengatasi keterasingan objek menjadi hal yang dikenali manusia, ini terjadi setiap saat dan setiap waktu tanpa henti, sampai pada akhirnya bodoh ini sendiri merupakan sebuah konsep pragmatis yang tidak didasarkan pada epistemologi eksistensi manusia yang secara eksistensinya manusia memiliki akal dan akal itu membuat manusia mempunyai pengetahuan dan instrumen dalam menciptakan metode dalam mengevaluasi kekeliruan ide itu sendiri, kemudian harus diketahui adalah berpikir itu merupakan konsekuen dari adanya akal dimana akal menjadi sebuah mesin untuk mengelola setiap kesan yang ditangkap panca indra yang nantinya menghasilkan sebuah hipotesis maupun sintesis dalam pengetahuan itu sendiri. Manusia adalah hewan yang bertindak melalui dorongan akal sehingga selagi akal ini mempunyai keberadaan yang niscaya ada dalam manusia dan dengan itu maka manusia akan terus berfikir dan pemikiran itu akan terus berkembang dan menghasilkan pengetahuan baginya, jika manusia tidak memahami ataupun tahu akan pengetahuan itu merupakan permasalahan waktu dan hal yang lumrah dikarenakan ruang dan waktu yang luas serta tak terbatas, sementara kapabilitas manusia yang terbatas baik dalam penginderaan ataupun pengalaman sehingga pengetahuan tersebut tidaklah instan dan muncul begitu saja. Maka kata bodoh ini lebih tepat menjadi sebuah kata umpatan dari pada suatu kata yang eksis dalam diri manusia. 

    Berpegang teguh pada pendapat Gorgias dia mengatakan secara esensial manusia memiliki pengetahuan akan tetapi dia tidak menyadari pengetahuannya itu, kemudian, ketika ia menyadari pengetahuannya dia tidak mampu untuk memahami pengetahuannya, hal tersebut merupakan dampak dari kebiasan dan keredupan kesadaran manusia sehingga hal tersebut menjadikan apa yang diketahui manusia sulit untuk ditafsirkan secara gamblang. dan terakhir ketika dia menyadari, memahami dan mengetahui pengetahuannya dia tidak bisa mengatakannya hal tersebut terjadi karena reduksi konsep dan ide dalam pikiran yang mana konsep dan ide tersebut bersifat plural dan kompleks sehingga menjadi kesulitan tersendiri untuk direfleksikan dalam sebuah ungkapan. Amatlah komplek jika meninjau dari pendapat Gorgias akan tetapi kembali pada topik awal bahwasanya '' bodoh'' tidak lain hanya sebuah kata umpatan yang dinyatakan oleh orang-orang arogan yang merasa hebat dan eksklusif, mengatakan bodoh pada manusia secara tidak langsung membuat garis penentu atau strata kepintaran manusia contoh nya seseorang dikatakan pintar apabila dia paham matematika maupun fisika akan tetapi secara fundamental itu tidak tepat karena dengan keluasan ruang dan waktu serta keterbatasan manusia kemudian bercampur dengan hasrat kepentingan manusia sehingga membentuk kemampuan manusia yang lebih beragam dan tidak tersentralisasi pada satu bidang. 

    Timbul pertanyaan jika bodoh adalah umpatan maka apakah yang tepat?, jika ada bagaimana bisa demikian? 

    Ada hal yang lebih tepat untuk mendefinisikan hal tersebut yaitu kekeliruan berfikir yang mana hal ini adalah suatu kondisi dimana terdapat kesalahan proses penafsiran maupun penarikan kesimpulan dalam pengelolaan pengetahuan manusia sehingga menciptakan hasil yang kurang tepat. Kekeliruan ini muncul ketika pikiran manusia mengalami gangguan, menurut Descartes pikiran terdapat pada kelenjar pineal, kelenjar ini akan membengkok ketika jiwa manusia mengalami perubahan atau gangguan sehingga kinerja pikiran manusia menjadi tidak optimal bahkan bisa terseret ke dalam kesesatan berpikir maka seringkali kita menemukan hal itu dan itu dapat dikatakan sebagai kekeliruan manusia bukan kebodohan, selain itu ketidaksadaran yang menurun dalam diri manusia merupakan salah satu faktor kekeliruan bisa terjadi karena sebuah tekanan intern yaitu yang bersangkutan dengan emosional dan pada akhirnya itupun disebabkan karena jiwa manusia sendiri. Timbul pertanyaan lalu bagaimana cara menghindari kekeliruan berfikir? Sebelum merujuk pada solusi yang harus diketahui adalah bahwasanya kekeliruan berfikir sering terjadi pada orang awam karena mereka hanya mengikuti apa yang orang lain katakan tanpa adanya pertimbangan lebih lanjut, berpandangan pada Gustav de joung bisa dikatakan kondisi ini adalah bentuk ketidaksadaran yang mana manusia kehilangan jati dirinya sebagai mahluk rasional yang pada dasarnya haruslah produktif atapun selektif tidak asumtif dan impulsif, maka jika berpandangan dari hal tersebut solusinya adalah senantiasa memantik kesadaran pribadi agar tetap stabil dan tidak menjadi redup dan bias hal tersebut menjadi ruang lingkup pribadi karena menurut Prof Huxley bahwasanya tidak ada yang mengetahui kesadaran itu ada atau tidak melainkan dalam otaknya sendiri, sangatlah amat luas pengaruh kesadaran terutama dalam meresepsi pemikiran manusia. Selain itu solusi kedua adalah membuka cakrawala dan menyerap segala pengetahuan yang ada tanpa membatasi diri pada pengetahuan tertentu kemudian mempertimbangkan apa yang telah dipahami. 

    Timbul pertanyaan mengapa kurang tepat tidak langsung saja benar atau salah? 

Secara fundamental ada sebuah asas yaitu asas identitas dan asas kontradiksi, asas identitas seringkali mengarahkan kita pada hal atau arti yang sifatnya sama ataupun seirama contohnya A=A, sedangkan asas kontradiksi mengarah kita pada hal atau arti yang radikal dan bebas contohnya A = B, A = C dll sebagainya, dengan sifat pengetahuan yang tidak selalu bersifat mutlak maka asas kontradiksi lebih baik untuk digunakan karena hal tersebut memberikan keleluasaan dan kebebasan manusia dalam berfikir, pengetahuan bersumber dari dua hal yaitu pengalaman ( kesan yang ditangkap oleh indra manusia) dan akal (intuisi), sehingga perspektif dan pemikiran manusia akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda hal tersebut dikarenakan kesan penginderaan yang ditangkap oleh manusia tidaklah sama sehingga nanti mempengaruhi akal dalam mensintesiskan informasi yang tentunya itu pun akan berbeda sesuai dengan kesan yang ditransformasikan kepada pikiran selain itu jika berbicara akal pikiran manusia tentu tidak bisa dikonkritisasi karena sifat pemikiran manusia yang plural dan komplek ini yang menyebabkan hal demikian, selain itu pula pikiran adalah ekspresi interelasi dan aktual terdapat kondisi atau keadaan dirinya sendiri maka mau bagaimanapun akan terjadi perbedaan pendapat dalam memahami setiap pengetahuan yang ada. Sehingga tidak ada seorangpun yang dapat menghakimi bahwasannya pengetahuan yang manusia miliki itu salah ataupun benar, semuanya benar akan tetapi tidak dari semuanya itu sangat ataupun paling benar,kemudian sesuatu yang dipahami harus dihargai sebagai intuisi nyata sehingga dari situ diskriminasi terhadap pemikiran manusia harus dihilangkan. Maka mulai dari sekarang untuk mulailah berpikir, disaat idemu diatas langit maka bumi kanlah atau wujudkan lah dengan sebuah tekad yang kuat. seperti yang digaungkan immanuel kant ''sapere aude'' beranilah berpikir karena dengan itu manusia dapat menjadi makhluk yang merdeka. 

DAFTAR PUSTAKA 

Ainur Rahman Hidayat,2018, filsafat Berfikir (Pamekasan: Duta Media)

George stuart Fullerton,2021, pengantar filsafat (Yogyakarta: Indoliterasi) 

Muhammad Nuruddin,2021, Logical Fallacy (Depok: Keira Publishing)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun