Kota merupakan tempat yang sudah biasa dengan hiruk-pikuknya manusia dan mimpi mereka yang lalu lalang di atasnya. Menjadi tempat andalan untuk melakukan segala aktivitas yang sangat digemari oleh setiap penduduk yang berada di dalamnya. Sangking banyaknya fasilitas, tentu saja lowongan pekerjaan yang ditawarkan di sana sangat banyak, membuat hampir seluruh penduduk di belahan dunia ingin tinggal di kota. Sebut saja kota itu Kota Jakarta, kota yang semakin penuh dan sesak. Dengan penuh dan sesaknya kota, hal ini juga tak luput dari munculnya musibah banjir.
Kini Indonesia sedang mengalami musibah besar , terutama musibah banjir yang melanda kota-kota besar di Indonesia salah satu contohnya  Jakarta. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia sedang mengalami musim hujan berkepanjangan dan curah hujan yang tinggi. Namun tidak hanya ini saja penyebabnya, masih banyak yang lainnya seperti ulah manusia yang tidak bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan yang ada di sekitarnya. Mereka tidak sadar bahwa awalnya mereka yang berebut ingin tinggal di kota tetapi faktanya sekarang  malah mengabaikan kondisi kota yang sudah tidak sanggup lagi menampung semua evolusi yang ada di tubuhnya.
Dengan berseraknya sampah-sampah plastik yang tertimbun di dalam tanah dan tidak ada pepohonan yang bisa meresap air sehingga air hujan yang turun tidak terkendalikan oleh keadaan kota yang sekarang. Logikanya sama seperti semakin banyak anak maka semakin banyak pula yang harus disiapkan kebutuhannya oleh orang tua. Kota juga seperti itu, tapi seberapa banyak yang bisa disediakan oleh kota?
Kota bukan seperti surga yang semuanya tersedia tanpa ada habisnya. Ketersediaan kota sangat terbatas dan tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan manusia yang jumlahnya tak terhingga. Sampai kapan keadaan kota Jakarta seperti ini yang akhirnya berujung genosida?
Presiden Jokowi mengatakan banjir terjadi karena kerusakan  ekosistem. "Pemerintah pusat,pemrov, pemkab,pemkot,semuanya bekerja sama dalam menangani ini karena ada yang disebabkan oleh kerusakan ekosistem,kerusakan ekologi yang ada tapi ada juga yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana,banyak hal, " ujar Jokowi kepada wartawan di kantor Bursa Efek Indonesia (BEI),Jakarta,Kamis (2/1/2020). Memang benar yang dikatakan Presiden Jokowi, sedikit banyaknya banjir terjadi karena kelalaian kita juga.
Melihat kondisi Jakarta yang sekarang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berhasil mencatat per 29 Januari 2020, sebanyak 27.764 warga DKI Jakarta dan 530.553 warga Bodetabek terdampak banjir. Tercatat 51 orang meninggal akibat banjir di Jabodetabek di awal tahun 2020 ini. Masalah ini sangat signifikan untuk diatasi segera karena kalau tidak bakal semakin banyak dampak negatif yang ditimbulkan.Â
Adapun dampak negatifnya yaitu dapat menghentikan aktivitas masyarakat untuk bekerja,merusak sarana dan prasarana yang ada,dapat memadamkan listrik sehingga menyulitkan masyarakat untuk beraktivitas,banyaknya wabah penyakit yang timbul,kerugian yang besar seperti kehilangan harta benda,dan menimbulkan banyak korban meninggal dunia.
Permasalahan ini masih menjadi perbincangan masyarakat yang tinggal di luar kota Jakarta,"Apa sebenarnya penyebab utama banjir di Ibukota? apakah karena ulah manusia atau proses alam bahkan bisa jadi kurang perdulinya masyarakat terhadap lingkungan di sekitarnya?" hal ini masih menjadi buah bibir dan tanda tanya besar yang belum ada jawaban pasti tentang kebenarannya hingga kini. Untuk itu, Gubernur Anies Baswedan juga mempunyai program dalam proses penanggulangan banjir ini yaitu Konsep Naturalisasi yang dimuat dalam Peraturan Gubernur nomor 31 tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.Â
Namun, sejauh ini pemerintah sudah mengatasi banjir semaksimal mungkin  walaupun belum 100% untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Tetapi masih banyak penduduk Jakarta yang protes dengan penanganan terhadap yang dilakukan pemerintah pusat.
Dan kapan lagi kita bisa melihat Jakarta seperti dahulu lagi, kota yang dulunya bisa maksimal dalam  meminum jumlah debit air yang bisa masuk ke dalamnya dan banyak tersedia air jernih. Tetapi sekarang tidak, malah seperti kota yang terpaksa untuk meminum semua gelimpangan air yang kotor dan berbanding terbalik dengan jumlah persediaan air bersih yang tersedia. Sekarang kota Jakarta hanya bisa menjadi saksi bisu dan sekaligus korban dari tingkah laku masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
Mulai sekarang, kita harus terbiasa untuk melakukan hal-hal yang dapat mencegah banjir. Misalnya, Â membuang sampah pada tempatnya, membuat lubang biopori, dan menanam pohon di sekitar lahan rumah kita yang kosong. Dengan cara ini setidaknya kita telah berupaya dalam mengatasi banjir.