Sinden Gaib adalah film yang tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial karena dibuat berdasarkan cerita nyata. Film ini disutradarai oleh Faozan Rizal dan tayang sejak 22 Februari 2024 di seluruh bioskop di Indonesia.
Kisah ini bermula saat Ayu dan tiga orang temannya sedang syuting menari di Sungai Watu Kandang. Saat syuting berakhir, Ayu justru menampilkan tari tradisional yang bukan menjadi bagian dari skrip tersebut. Kontan, teman-teman Ayu merasa panik dan segera membawanya pulang.
Semenjak saat itu, dunia Ayu berubah. Hidupnya diliputi kisah mistis yang mungkin membuat sebagian orang tidak percaya. Bahkan, ia harus berbagi tubuh dengan makhluk gaib bernama Sarinten yang bisa merasuki dirinya kapan saja.
Daya Tarik Film Sinden Gaib
Sinden Gaib dibintangi oleh aktor dan aktris yang namanya sudah cukup populer di dunia akting. Sebut saja Sara Fajira, Dimas Aditya, Riza Syah, Naufal Samudra Weichert, dan lainnya. Beberapa daya tarik yang membuat film ini patut ditonton yakni sebagai berikut:
1. Diangkat dari Kisah Nyata
Sinden Gaib diangkat dari kisah nyata yang berlangsung di Trenggalek, tepatnya di kawasan Kecamatan Dongko. Timeline kisah nyata ini terjadi pada 2010-2014, yang mana saat itu Ayu tengah duduk di bangku kelas 3 SMA dan akan segera lulus.
Abidin, salah satu kameramen saat syuting di Watu Kandang mengambil semacam pusaka yang diketahui bernama watu lintang. Namun, sejak terjadinya tragedi kesurupan Ayu, Abidin sudah tidak pernah terlihat lagi.
Kisah ini semakin populer karena pernah masuk ke dalam channel YouTube Bumi Nusantara pada 2020. Diketahui, sosok sinden gaib bernama Mbah Sarinten hingga detik ini masih bersemayam pada tubuh Ayu (yang asli).
2. Kental dengan Nuansa Budaya Lokal
Melalui Sinden Gaib, penonton dapat mengenal lebih dekat budaya dan kearifan lokal yang ada di Trenggalek. Daerah ini masih menjaga tradisi dan budaya leluhur, seperti melakukan ritual, tari-tarian, dan lain sebagainya.
Hal ini bisa diamati dari scene saat Ayu nyinden di balai desa. Saat itu, tengah diselenggarakan acara kebudayaan, lengkap dengan nyanyian tembang Jawa, iringan gamelan, dan sesajen.
Selain itu, pada waktu penutupan gerbang alam gaib, diselenggarakan Tarian Jaranan Turonggo Yakso di Taman Watu Kandang. Kesenian tersebut hingga kini masih masif ditampilkan di berbagai acara dan hajatan.
3. Porsi Jumpscare yang Pas
Banyak orang yang mengatakan bahwa film ini memiliki alur yang lambat dan porsi jumpscare yang kurang. Padahal, menurut saya porsi jumpscare-nya sudah pas untuk ukuran penonton yang malas teriak-teriak macam saya.
Selain itu, dikarenakan jumpscare yang tidak terlalu sering, penonton bisa lebih fokus untuk menyimak isi cerita daripada terbayang-bayang oleh rasa takut.
4. Teror yang Mencekam
Teror yang ada pada film ini bukan hanya berasal dari Mbah Sarinten, tetapi juga dari makhluk halus sejenis gorila yang menakuti Thea, salah satu kru Bumi Nusantara.
Pada saat syuting untuk menelusuri awal kejadian Ayu kesurupan, Thea mengambil Watu Lintang tanpa sepengetahuan teman-temannya. Hal tersebut merupakan penyebab ia diteror makhluk halus gorila hingga jiwanya tersesat di alam gaib.
5. Penuh Pesan Moral
Menonton Sinden Gaib akan membuat penonton merasa simpati dengan Ayu. Ia tidak memiliki kontrol atas dirinya sendiri karena harus berbagi tubuh dengan Mbah Sarinten.
Apalagi, Mbah Sarinten bisa masuk ke raga Ayu kapan saja yang membuat wanita tersebut tiba-tiba lemas dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Namun, dari cerita ini, dapat diambil pesan bahwa kita tidak boleh mengambil barang sembarangan dari tempat-tempat sakral.
Sebab, tempat-tempat seperti sungai, laut, gunung, atau hutan, merupakan dimensi yang mampu menghubungkan dunia nyata dengan alam gaib. Di tempat-tempat tersebut juga menjadi tempat tinggal makhluk halus yang tidak bisa dilihat kasat mata oleh semua orang.
Kekurangan Film Sinden Gaib
Meskipun memiliki banyak daya tarik, film Sinden Gaib juga tidak bisa lepas dari kekurangan. Sebagai orang Jawa, saya menangkap bahwa percakapan bahasa Jawa di film ini sangat kurang.
Memang tidak harus 100% menggunakan bahasa Jawa, namun setidaknya logatnya harus medok. Apalagi, menurut saya dialek Jawa yang digunakan lebih ke arah Malang atau Surabaya.
Salah satu yang paling terlihat jelas adalah penggunaan kata "ta?" yang sering diucapkan Rara di akhir pertanyaan. Padahal, Trenggalek yang masih berada dalam kawasan plat AG (Kediri, Blitar, Nganjuk, Trenggalek, dan Tulungagung) lebih dominan menggunakan kata "to?".
Naufal Samudra Weichert, salah satu pemain yang menurut saya paling kurang dalam penguasaan dialog bahasa Jawa. Pasalnya, percakapan bahasa Jawa yang dilakukannya sangat tidak medok dan masih kental dengan logat Jakarta. Meskipun demikian, aktingnya tetap patut diapresiasi karena tidak kalah keren dari pemain lainnya.
Lalu, ke mana Abidin pergi?
Bagaimana keadaan Thea?
Apakah Sarinten bisa pergi dari tubuh Ayu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab di penghujung film. Beberapa penonton mungkin akan sedikit menyayangkan tindakan Abidin dan Thea yang mengambil benda secara sembarangan di tempat yang sakral semacam Watu Kandang karena berdampak buruk pada kehidupan hingga masa depan mereka.
Secara umum, film ini sangat patut ditonton karena kisahnya segar dan berbeda dari film-film horor pada umumnya. Selain menguji adrenalin, film ini juga mengajak penonton untuk menilik Kabupaten Trenggalek yang kaya akan sejarah dan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H