Ia juga diakui "ada" karena ia telah mampu membuat suatu karya, dalam hal ini adalah tulisan. Ia juga diakui karena ia mampu mengeluarkan sampah yang ada di otaknya hingga mampu bertukar pikiran dengan manusia lainnya. Manusia semacam itulah yang patut diakui eksistensinya, tentu saja berkat kemampuan literasi yang dimilikinya.
Meskipun saat ini kita hidup pada zaman di mana berita bohong, ujaran kebencian serta isu-isu SARA marak terjadi serta seringkali mengitari ruang lingkup kehidupan kita, di satu sisi juga banyak terlahir manusia-manusia cerdas berjiwa humanis-sosialis.
Merekalah yang menjadi benteng pertahanan bagi diri mereka sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Mereka mampu menyeimbangkan diri dengan perkembangan zaman yang semakin renta ini.
Di masa sekarang, banyak sekali lahir perpustakaan dan taman baca masyarakat yang menghiasi dunia pendidikan masyarakat Indonesia. Perpustakaan tidak hanya hadir dalam lingkup sekolahan dan perguruan tinggi saja, melainkan telah mampu berada di tengah-tengah masyarakat umum.
Siapa yang menjadi dalang terhadap kemajuan literasi ini? Tentu saja berkat peran pemerintah sebagai "penyedia" dan masyarakat sebagai "penyelenggara".
Pemerintah dan masyarakat saling bahu-membahu dalam mewujudkan masyarakat yang berliterasi. Juga, mencoba mematahkan asumsi bahwa minat baca masyarakat kita rendah. Sebab, sebetulnya minat baca kita tinggi, tetapi fasilitas serta akses terhadap bahan bacaan itu yang belum berjalan secara maksimal.
Adakalanya, karena terbatasnya kemampuan pemerintah yang memang tugasnya bukan hanya meningkatkan minat baca saja---melainkan masih banyak pekerjaan pemerintah yang lain yakni dalam ruang lingkup ekonomi, agama, politik dan lain-lain.
Hal ini membuat masyarakat mau tidak mau merangkap dua kegiatan, yakni menjadi penyedia sekaligus penyelenggara atas kemajuan literasi di Indonesia.
Masyarakat saling bahu-membahu antar sesama, saling bersinergi meskipun berada di daerah atau pulau yang berbeda. Mereka benar-benar sadar bahwa literasi patut diperjuangkan eksistensinya.
Hasilnya? Perpustakaan dan Taman Baca Masyarakat (TBM) saat ini lebih mampu bersifat humanis sehingga masyarakat sudah tidak segan-segan lagi untuk datang ke perpustakaan.