REVITALISASI KAI DEMI KENYAMANAN MASYARAKAT
Kereta Api merupakan salah satu transportasi favorit masyarakat Jakarta. Selain tarifnya ekonomis, kereta api adalah satu-satunya alat transportasi yang bebas hambatan di Jakarta. Para pengguna kereta api pun bisa lebih cepat sampai di tujuan ketimbang gunakan jasa angkutan umum lainnya.
Kondisi kereta api Jabodetabek tidaklah terlalu baik. Kapasitas angkut yang dimilikinya hanya bisa mencapai 600.000 penumpang per hari. Wajar jika masih ada beberapa permasalahan yang perlu dibenahi.
Ada beberapa kendala yang dihadapi pelayanan angkutan umum. Rendahnya frekuensi pelayanan, terbatasnya kapasitas angkut, maupun kurangnya kesadaran penumpang yang masih sering naik di atap kereta api. Tingginya angka kecelakaan kendaraan bermotor, terutama pada persilangan lintasan kereta api sebidang yang arus lalu lintasnya sangat padat.
Stasiun kereta api juga tidak steril sehingga, tinggi kebocoran pendapatan yang diperkirakan mencapai 30–50 persen. Kondisinya pun kumuh karena banyak pedagang asingan yang berjualan di dalam gerbong kereta. Belum lagi aksi para pengamen yang bukannya memberi hiburan, justru kerap membuat resah. Belum lagi ancaman para pencopet yang setia menanti kelengahan penumpang.
Sederet persoalan itulah yang mendorong revitalisasi di tubuh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Revitalisasi memang menjadi suatu ebutuhan mutlak untuk dijalankan. Apalagi penumpang kereta api kian hari kian membludak. Alhasil, PT KAI mengeksekusi beberapa hal penting diantaranya: menata ulang wajah stasiun di Jabodetabek; penambahan armada; pemberlakuan e-ticketing, dan mulai mengomersilkan gerbong kereta untuk palcement iklan.
Mengeksekusi program revitalisasi pada sistem yang sudah mengakar, jelas merupakan sebuah pekerjaan besar. Apalagi yang direvitalisasi adalah sistem perkeretaapian nasional yang melibatkan para stakeholders yang sangat banyak dan beragam. Tak jarang protes yang mengalir dari warga sekitar dan penumpang, datang silih berganti.
Ambil saja contoh saat penertiban lapak dan kios di stasiun Duri yang diwarnai kericuhan. Petugas yang hendak membongkar lapak dilempari batu hingga suasana memanas. Begitu pula dengan pembongkaran paksa kios-kios di beberapa stasiun lainnya, seperti Pasar Minggu.
Beruntung PT KAI Commuter memiliki Makmur Syaheran sebagai Kepala Direktorat Layanan dan Usaha. Dalam program revitalisasi ini ia memiliki strategi yang jitu dengan membagi tim kerja menjadi lima kelompok. Diantaranya Tim penjualan/bisnis yang dikepalai Devri Bawinto; Tim Pelayanan Pelanggan yang dikepalai Mega Rusiandi; Tim Penjualan e-ticketing yang diketuai Eko Benhart, Tim Business Development yang pimpinan Rumi Jalil, dan Tim Corporate Communication dikepalai Eva Chairunisa.
Sukses revitalisasi PT KAI Commuter, menurut Makmur, tak terlepas dari kekompakan sekaligus kerja keras tim. “Ide bisa datang dari siapa saja. Bahkan petugas di lapangan sekalipun. Justru mereka yang sehari-hari berhadapan dengan penumpang yang paling tahu kondisi sebenarnya,” tegasnya.
Tak heran, jika tugas turun ke lapangan bukanlah milik para staf dan personil di level service saja, melainkan juga kewajiban direktur seperti Makmur beserta para General Manager maupun Manager-nya. Bahkan dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing, para staf di level manager ke atas ini juga ditugasi memantau Commuter Line di rute perjalanan masing-masing ke kantor setiap hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H