SBY, bagi sebagian orang dinilai pribadi gamang, peragu dan terlalu hati-hati, bahkan lambat. Di sisi lain, bahasanya yang terlalu halus dan santun, membikin gemes sebagian kalangan yang terbiasa berbahasa lugas dan tegas. Semarah-marahnya SBY, hampir tak pernah beliau memakai bahasa sarkastik.
Entah bersumber darimana dan siapa, SBY pernah mengungkapkan adanya teman kontak petinggi dari sebuah negara Arab yang menyesalkan FPI, karena aktifitas kekerasan dan main hakim sendiri oleh FPI demi tegaknya sebuah peraturan/ketentuan syariat, bahkan tidak dikenal demikian di negeri2 Arab. Di sana, kalau pun ada penertiban serupa, polisi resmi yang dibentuk pemerintah-lah yang melakukan eksekusi sebuah kebijakan terkait hal serupa, yaitu penertiban. Walaupun, di negara yang mengklaim sesuci apa pun, yang namanya maksiat dan dosa pasti ada. Manusia tentu takkan bisa mengawasi sepenuhnya kehidupan pribadi orang lain. Kedua, dikenakannya pakaian ala Arab (mungkin dengan niat baik meniru Nabi saw karena kecintaan), justru merugikan/mencoreng citra Arab karena aktifitas berbau kekerasan sebagaimana tersebut diatas.
Kalau sebelumnya SBY menyindir FPI sebagai telah merugikan (mencoreng) citra Arab, dikarenakan petinggi dan aktifis FPI gemar memakai baju ala Arab sembari sering melakukan kegiatan yang menjurus/malah kekerasan, kali ini Siswono Yudho Husodo berbicara. Lelaki santun pribumi keturunan Jawa ini, yang selama ini tidak berkomentar di luar topik ekonomi, pertanian dan seterusnya, ternyata sampai tertarik mengomentari sebuah ormas/forum bernama FPI.
Ada banyak poin yang disampaikan oleh Siswono, yang juga ketua Yayasan Universitas Pancasila, diantaranya ialah perihal nama. Menurutnya, nama Front Pembela Islam, tidak tepat disandang, karena saat Indonesia ini dalam masa damai. Kedua; menurut Siswono, seharusnya FPI menggunakan seragam yang sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia, sehingga menghargai tradisi Indonesia. Misalnya menggunakan sarung, baju batik dan lainnya. Bagaimana dengan teluk belanga? Boleh juga.
Cuman, ada beberapa hal yang nanti akan menjadi sorotan. Pertama, bila FPI berubah nama yang lebih damai dan santun, namun, masih berpola sama dengan yang sebelumnya, tentu, suku bangsa yang pakaian adatnya dijadikan pakaian FPI, akan merasa gerah. Mereka pasti akan protes agar FPI merubah pakaian khas, karena, menurut mereka itu menodai citra adat mereka.
Kedua, karena FPI, berfokus nahyi mungkar (mencegah atau mengeliminasi dosa dan maksiat), dan seolah2 (dan memang) boleh dan harus berpakaian dan bersikap yang mencerminkan kesangaran dan kekerasan (atau bahasa mereka ketegasan), maka, bila FPI berpakaian adat tentu tidak 'ngeh' tidak cocok dan terasa wagu utk memperlihatkan kesangaran dan ketegasan. Mungkin agak aneh (dalam bahasa banyumasan, wagu), bila FPI berpakaian/berseragam ala adat Melayu atau Sunda lalu dengan sopan dan santun melakukan nahyi mungkar.  Disamping kurang merasa berwibawa, penonton atau pemirsa atau subyek yang harus diajak menuju kebaikan dan menjauhi larangan Allah, juga akan merasa geli.  Kenapa? pakaian2 ada nusantara memang  sudah terlanjur dicap terlihat atau nampak bersahabat, sopan dan santun.
Memang penuh dilema, karena di sisi lain, pakaian atau seragam ala Arab (atau terlanjur dicap pakaian gaya Arab, entah di masa abad yang keberapa, mengingat raja-raja, ulama dan cendekiawan Arab pun saat ini tidak membiasakan/jarang nampak berpakaian ala yang dipakai FPI tersebut), bila sering2 dipakai oleh para pengurus dan aktifis FPI, sementara di ruang publik (diskusi, seminar, debat, dan aksi jalanan), FPI menyodorkan juru bicara yang biasa memperagakan hal-hal yang sama, yaitu, berbicara keras (kalau enggak dibilang berteriak-teriak), muka atau wajah memperlihatkan kemarahan dan kebencian, mata memandang tajam,/melotot, ruginya atau dampak negatinya dari fakta diatas ialah citra pakaian putih-putih berjubah menjadi identik dengan kebiasaan kurang etis diatas, yaitu berbicara keras-keras, tangan menunjuk-nunjuk, muka marah, mata sangat tajam memperlihatkan kebencian atau ketidaksukaan.
Jadi, FPI berseragam pakaian adat Melayu teluk belanga? Mengapa tidak? Asal bisa menjaga citra saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H