Hingga saat ini, Ahmadiyah di Indonesia hindup dalam kontroversi yang
tajam  antara dua kutup berbeda. Kutup pertama,  oleh kaum Ahmadi
Mirza Ghulam Ahmad dianggap sebagai Nabi, Rasul, dan sebagai Mujadid.
Namun Soekarno Presiden RI pertama, tidak percaya kalau Mirza Ghulam
Ahmad sebagai Nabi, Rasul, dan Mujadid sekali pun. Kutup kedua, Mirza
Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan Rasul bentukan kolonial Inggeris untuk
kepentingan politik koloninya di India yang disebut strategi
"pecah-belah" Â (devide et impera"= seperti strategi Kolonial Belanda
di Indonesia) untuk mengalahkan kedua kekuatan politik Islam dan Sikh
di India.
Sejauh ini menurut H.M. Amin Djamaluddin dari MUI, sudah terdapat 468
ayat-ayat Tadzkirah yang bersumber dari ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Ayat-ayat suci Al-Qur'an itu dibajak oleh Mirza Ghulam Ahmad yang
antara lain bertujuan membuktikan bahwa Mirza Ghulam Ahmad pernah
menerima wahyu dari Allah Swt dan sebagai Nabi dan Rasul. Amin
Djamaluddin membuktikan perbuatan Mirza Ghulam Ahmad itu dengan
menggunakan metode perbandingan (komparasi) antara ayat-ayat suci
Al-Qur'an dengan ayat-ayat Tadzkirah yang menjadi kitab suci
Ahmadiyah.
Berdasarkan hasil studi literatur khususnya komparasi antara
pokok-pokok ajaran Islam dengan pokok-pokok ajaran Ahmadiyah,
diperoleh pengetahuan yang benar bahwa Ahmadiyah adalah Islam
plagiat/tiruan. Hal itu didasarkan pada keyakinan analitis bahwa Mirza
Ghulam Ahmad tidak pernah menerima wahyu Allah Swt. Tetapi yang benar
ialah Mirza Ghulam Ahmad melakukan plagiat/tiruan terhadap beberapa
ayat-ayat suci Al-Qur'an yang kemudian dijadikan ayat-ayat Tadzkirah
untuk membenarkan tentang ke-Nabi-an dan ke-Rasulan-nya. Karena Mirza
Ghulam Ahmad tidak pernah menerima wahyu Allah, dengan sendirnya
dipastikan bahwa Ahmadiyah bukan agama Islam dan benar-benar berada di
luar agama Islam.
Ada pun argumentasi analitis tentang keyakinan analitis itu adalah: pertama,
pokok-pokok ajaran agama Islam dengan pokok-pokok ajaran Ahmadiyah
sangat bertolak belakang. Di dalam ajaran agama Islam tidak pernah
mengajarkan adanya Rasul setelah Nabi Muhammad Rusulullah SAW. Dengan
demikian Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku Nabi dan Rasul, tidak
memenuhi persyaratan rukun iman dan rukun Islam yang menjadi ajaran
pokok  Islam. Jadi baik Mirza Ghulam Ahmad maupun kaum Ahmadi tidak
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yakni Nabi besar Muhammad
Rasulullah SAW. Jadi Mirza Ghulam Ahmad dan kaum Ahmadi, tidak
beragama Islam. Kedua, Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah menerima wahyu
Allah serta  bukan pula Nabi dan Rasul.
Hal itu dirujuk dengan hasil komparasi antara ayat-ayat suci Al-Qur'an
dengan ayat-ayat Tadzkirah yang berjumlah 468 ayat. Di antaranya yang
dapat diterakan di sini Mengenai ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an Mirza
Ghulam Ahmad. Ia  mengaku telah menerima wahyu dari Tuhan yang
berbunyi: Â "Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu benar-benar mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni
dosa-dosamu dan memberikan rahmat kepadamu dan Dia Maha Penyayang di
antara para Penyayang" (Tadzkirah halaman 221). Ayat Tadzkirah itu ia
sadur dari Al-Qur'an yang berbunyi: Katakanlah (wahai Muhammad): Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang" (Q.S. Ali Imran: 31).
Kemudian mengenai ke-Rasul-an Mirza Ghulam Ahmad tercantum pula pada
ayat Tadzkirah yang berbunyi: "Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada
kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang
amat pendusta lagi sombong" (Tadzkirah halaman 375 dan 391). Â Ayat
Tadzkirah itu ia sadur dari ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi: Â "Dan
tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam" Â (Q.S. Al-Anbiya':107). Kedua ayat Tadzkirah
yang menyatakan ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an  Mirza Ghulam Ahmad itu ia
sadur dari ayat-ayat suci Al-Qur'an yang menyatakan ke-Nabi-an dan
ke-Rasul-an Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. Dengan demikian tentu
Mirza Ghulam Ahmad berpikir orang pasti akan percaya. Ternyata benar,
orang masih mempercayainya hingga saat ini.
Mengenai riwayat turunnya Kitab Tadzkirah, kata Mirza Ghulam Ahmad,
merupakan wahyu yang ia terima dari Tuhan, yang berbunyi:
"Sesungguhnya Kami telah menurun-kannya (Tadzkirah) dekat Qadian dan
dengan sebenarnya Kami menurunkannya dan dengan sebenarnya telah
turun. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya dan ketetapan Allah pasti
berlaku" (Tadzkirah halaman 74-75, 360, dan 367). Â Ayat Tadzkirah itu
oa sadur dari ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi:
"Sesungguhnya Kami yang telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam
kemuliaan" (Q.S. Al-Qadr: 1). Kemudian ia sambungkan dengan ". dekat
Qadian dan dengan sebenarnya Kami menurunkannya dan dengan sebenarnya
telah turun. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya dan ketetapan Allah pasti
berlaku". Pada  ayat lainnya berbunyi: "Dan jika kamu dalam keraguan
tentang apa yang telah Kami turunkan, maka buatlah satu ayat yang
semisal dengannya" (Tadzkirah halaman 798). Ayat Tadzkirah itu ia
sadur juga dari ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi bahwa: Â "Dan jika
kamu dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba
kami, buatlah satu surat yang semisal Al-Qur'an itu" (Q.S. Al-Bakarah:
23).
MUI adalah organisasi Islam yang dipahami sebagai pemegang otoritas
tertinggi yang menentukan salah benarnya pelaksanaan  hukum Islam di
Indonesia, baik secara individu maupun kelompok. Dari pemahaman MUI
diimbau untuk melarang Ahmadiyah di Indonesia mulai dari da'wah sampai
dengan organisasinya jika masih menggunakan Agama Islam, masjid,
Al-Qur'an, dan naik haji di Mekkah. Karena semua itu adalah ruang
lingkup Islami. Dari aspek Islam, otoritas  MUI lebih fundamental
untuk melarang Ahmadiyah di Indonesia dari pada Pemerintah Indonesia.
Sedangkan otoritas Pemerintah Indonesia terbatas pada fisik Ahmadi
sebagai warga Negara untuk mendapatkan perlindungan kekerasan dari
pihak mana pun serta merekomendasikan larangan MUI terhadap Ahmadiyah.
Itulah yang disebut tanggung jawab negara terhadap Ahmadi (warga
negara Indonesia).
Dari uraian di atas diperoleh pengetahuan bahwa sesungguhnya dalam
perspektif  Islam haq, Mirza Ghulam Ahmad itu seorang Nabi Palsu dan
Rasul  palsu karena  tidak pernah menerima wahyu Tuhan. Hal itu dapat
dibuktikan dari upaya penyadurannya terhadap ayat-ayat suci Al-Qur'an
yang ditemukan oleh Amin Djamaluddin berjumlah 468 ayat suci Al-Qur'an
yang disadur Mirza Ghulam Ahmad menjadi ayat-ayat Tadzkirah. Ayat-ayat
suci Al-Qur'an itu antara lain digunakan untuk menguatkan tentang
ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an-nya serta turunnya kitab Tadzkirah. Â Dengan
demikian jelas dan tegas bahwa Ahmadiyah itu adalah Agama Islam
tiruan/plagiat. (Penulis adalah Mahasiswa Program  Doktor Jurusan Ilmu
Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Indonesia (UI))
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H