Diantara semua indera manusia, lidahlah yang paling sulit dikendalikan. Ia tidak bertulang, tapi mampu menyayat perasaan. Hingga banyak yang membenarkan bahwa “Lidah Tidak Bertulang tetapi Lebih Tajam dari Sebilah Pedang”. Itu memang benar adanya. Lalu nenek moyang kita melalui kata-kata bijaknya berusaha menolong anak cucunya lewat nasehat yang dikemas dan ditutur tinularkan dalam peribahasa : “Mulutmu, Harimaumu”. Artinya, Segala perkataanmu apabila tidak dipikirkan terlebih dahulu dapat menyakiti dan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Tetapi jaman sudah menjelma menjadi era yang ultra modern. Dahulu, hanya dengan bicara orang dapat menyampaikan makna. Komunikasi tak ubahnya untaian kata yang keluar dari lisan yang terkadang diimbangi sedikit bahasa tarzan (bahasa tubuh) untuk lebih meyakinkan bahwa makna dan maksud benar-benar tersampaikan.
Dan zaman tak lagi berjalan ditempatnya, atas nama persamaan hak asasi manusia, tidak ada manusia di muka bumi ini yang tidak mempunyai hak untuk belajar seni baca tulis. Bahkan, hak atas seni baca dan tulis telah bergeser menjadi kewajiban. Di negeri kita sendiri, anak-anak yang lepas dari Taman Kanak-Kanak diwajibkan menguasai seni baca tulis agar ia dapat mengenyam bagaimana rasanya pendidikan di Sekolah Dasar.
Berhati-hatilah dalam menggunakan jemarimu, karena jemarimu, harimaumu
Dan berbijaksanalah dalam menggunakan jemarimu, karena ia bertulang dan lebih tajam dari sebilah lidah. Dan lewat jemarimulah, tulisanmu, baik atau buruknya, adalah abadi.
Jakarta, 13 September 2016
Dilbar Sarasvati
www.kirakirademikian.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H