Mohon tunggu...
Dilbar Sarasvati
Dilbar Sarasvati Mohon Tunggu... PNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai -

Anak keturunan Manu yang sedang mencari siapa saya dan saya siapa http://kirakirademikian.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Jemarimu, Harimaumu

13 September 2016   15:11 Diperbarui: 13 September 2016   15:18 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantara semua indera manusia, lidahlah yang paling sulit dikendalikan. Ia tidak bertulang, tapi mampu menyayat perasaan. Hingga banyak yang membenarkan bahwa “Lidah Tidak Bertulang tetapi Lebih Tajam dari Sebilah Pedang”. Itu memang benar adanya. Lalu nenek moyang kita melalui kata-kata bijaknya berusaha menolong anak cucunya lewat nasehat yang dikemas dan ditutur tinularkan dalam peribahasa : “Mulutmu, Harimaumu”. Artinya, Segala perkataanmu apabila tidak dipikirkan terlebih dahulu dapat menyakiti dan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Tetapi jaman sudah menjelma menjadi era yang ultra modern. Dahulu, hanya dengan bicara orang dapat menyampaikan makna. Komunikasi tak ubahnya untaian kata yang keluar dari lisan yang terkadang diimbangi sedikit bahasa tarzan (bahasa tubuh) untuk lebih meyakinkan bahwa makna dan maksud benar-benar tersampaikan.

lidah-tak-bertulang-namun-lebih-tajam-dari-pedang-57d7b3881e23bd9c48b7b350.jpg
lidah-tak-bertulang-namun-lebih-tajam-dari-pedang-57d7b3881e23bd9c48b7b350.jpg
Lalu peradaban berkembang, manusia berusaha mengabadikan kata yang terngiang agar tidak lekang oleh zaman lewat sebuah tulisan. Tulisan yang awalnya hanya dipahami segelintir orang yang merupakan kalangan elit dari sebuah negeri. Saat itu, seni baca tulis adalah kemewahan yang tidak boleh dikuasai kalangan yang bukan dari golongan wah.

Dan zaman tak lagi berjalan ditempatnya, atas nama persamaan hak asasi manusia, tidak ada manusia di muka bumi ini yang tidak mempunyai hak untuk belajar seni baca tulis. Bahkan, hak atas seni baca dan tulis telah bergeser menjadi kewajiban. Di negeri kita sendiri, anak-anak yang lepas dari Taman Kanak-Kanak diwajibkan menguasai seni baca tulis agar ia dapat mengenyam bagaimana rasanya pendidikan di Sekolah Dasar.

tulisan-psikologi-kita-57d7b3a792fdfd7a5545929c.jpg
tulisan-psikologi-kita-57d7b3a792fdfd7a5545929c.jpg
Dunia sudah berubah sedemikian cepatnya. Sekarang, cukup dengan jemarimu, segala rasa, asa dan makna dapat kau ungkapkan meski mulutmu dalam diam. Sudah jarang ada orang yang bertengkar saling mencaci dengan mulutnya, kecuali kalau yang memang ingin jadi tontonan atau bersandiwara. Saling caci sekarang tak lagi bersuara, juga tak perlu lagi jadi tontonan bagi orang yang tak berkepentingan. Cukup dua tangan yang bekerja, tanpa suara, meski sakit hati yang ditimbulkan itu sama.

Berhati-hatilah dalam menggunakan jemarimu, karena jemarimu, harimaumu

Dan berbijaksanalah dalam menggunakan jemarimu, karena ia bertulang dan lebih tajam dari sebilah lidah. Dan lewat jemarimulah, tulisanmu, baik atau buruknya, adalah abadi.

Jakarta, 13 September 2016

Dilbar Sarasvati

www.kirakirademikian.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun