Mohon tunggu...
Ardilah Safitri
Ardilah Safitri Mohon Tunggu... -

Mahasiswa keperawatan yang selalu bermimpi untuk menjadi penulis, suatu hari nanti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan dan Anak Berhak Bebas dari Kekerasan

6 Januari 2017   09:57 Diperbarui: 6 Januari 2017   10:13 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami tren yang meningkat di Indonesia. Bahkan dewasa ini, kekerasan pada perempuan dan anak seolah menjadi suatu keadaan menyimpang yang tidak bisa dihindari. Hal ini memperlihatkan bahwa diperlukan suatu tindak pencegahan guna melindungi perempuan dan anak dari ancaman kekerasan. 

Seluruh unsur masyarakat memiliki peran yang penting dalam hal pencegahan kekerasan perempuan dan anak. Namun, banyak masyarakat yang tidak mengetahui dan tidak mampu serta acuh dalam pelaksanaan pencegahan kekerasan perempuan dan anak. Dengan demikian, dibutuhkan suatu upaya peningkatan kesadaran masyarat untuk saling melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan.

Kekerasan perempuan dan anak yang terus meningkat

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan jumlah kekerasan terhadap perempuan (KTP) di Indonesia pada tahun 2014 terjadi sebanyak 293.220 kasus. Sedangkan pada tahun 2015 dilaporkan sebanyak 321.752 kasus yang terjadi. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan jumlah kasus KTP yang terus melonjak naik dari tahun ke tahun. Namun, angka KTP masih lah menjadi sebuah fenomena gunung es. Hal ini dikarenakan masih sangat banyak korban yang tidak mampu atau tidak berani untuk mengungkapkan kekerasan yang dialami.

Sumber: Komnas Perempuan (2016) Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2016
Sumber: Komnas Perempuan (2016) Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2016
Penyebab terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak

Kekerasan perempuan dan anak dapat terjadi oleh berbagai faktor, namun salah satu faktor penting yang selalu menjadi fenomena sosial sejak zaman dahulu adalah adanya diskriminasi gender. Faktor kultural yang masih mengganggap bahwa perempuan dan anak berada dalam posisi yang inferior, lemah dan tak berdaya membuat situasi yang membahayakan keberadaan perempuan dan anak. Selain itu, pola pikir yang menanggap bahwa perempuan dan anak adalah aset keluarga, media yang kurang mendukung pemberitaan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, adat istiadat yang terkadang memperbolehkan kekerasan, kemiskinan, dan interprestasi yang keliru atau kurangnya ajaran agama menjadi faktor yang ikut berpartisipasi dalam terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak.

Dampak terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak

Kekerasan perempuan dan anak, baik secara psikis, ekonomi, seksual, ekonomi atau yang lainnya, pastilah meninggalkan dampak kepada para korbannya. John Dirk Pasalbessy menulis tentang "Dampak Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak serta Solusinya" yang dimuat pada Jurnal Sasi Vol. 16 No. 3 Bulan Juli - September 2010 mengatakan bahwa dampak yang mungkin dialami oleh korban kekerasan perempuan adalah adanya rasa percaya diri yang kurang, kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial terhambat, gangguan kesehatan, kurang otonomi baik di bidang ekonomi, politik, sosial budaya serta fisik. 

Selain itu, kekerasan terhadap anak juga dapat memberikan dampak yang merugikan bagi anak, diantaranya anak dapat mengalami gangguan pada kepercayaan pada diri sendiri dalam pertumbuhan jiwanya dan hambatan proses perkembangan jiwa dan masa depannya. 

Solusi berupa pemecahan yang sudah dan akan digunakan

Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) telah mengusungkan suatu program guna mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, program tersebut disebut dengan Three Ends. Program Three Ends menyerukan gerakan untuk end violence against women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), end human trafficking (akhiri perdagangan manusia), dan end barriers to economis justice (akhiri kesenjangan ekonomi terhadap perempuan). Menteri Yohana menghimbau kepada masyarakat untuk mengakhiri budaya kekerasan dan membangun keluarga harmonis yang penuh kasih sayang, meniadakan perdagangan manusia, dan meningkatkan kemampuan ekonomi perempuan untuk mengakhiri kemiskinan.

Pasalbessy (2010) dalam artikelnya mengakui bahwa kekerasan perempuan akan banyak terjadi jika terdapat kesenjangan ekonomis antara laki-laki dan perempuan, penyelesaian konflik melalui kekerasan, dominasi laki-laki dan ekonomi keluarga serta pengambilan keputusan yang berbasis pada laki-laki. Hal ini menunjukkan diperlukannya seluruh unsur masyarakat untuk mengintervensi secara aktif dalam perlindungan dan kontrol sosial yang memungkinkan risiko terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin kecil. Beberapa solusi yang mungkin dapat membantu dalam penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, diantaranya:

  1. Meningkatkan kesadaran kepada seluruh unsur masyarakat, termasuk perempuan dan anak, tentang hak dan kewajiban yang terdapat di dalam hukum melalui media-media informasi .
  2. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya dalam mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik di dalam konteks individual, sosial, atau institusional.
  3. Melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilakukan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat.
  4. Meningkatkan kesadaran seluruh pihak mengenai perlindungan baik secara sosial, ekonomi dan hukum terhadap perempuan dan anak.
  5. Meningkatkan kuantitas dan kualitas media massa, baik cetak dan elektronik, untuk memperhatikan masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik dalam pemberitaan mau pun pendidikan publik tentang hak asasi perempuan dan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun