Aroma tubuhku memang tak wangi
Hanya bermodal  mandi di kali dekat Bundaran HI
karung goni dipungungku bak anak kecil yang tak lepas dari gengamanku
Langkah kaki yang tak bernada menelusuri tepian jalan
Berhenti dikala kutemukan apa yang kucari
Kutundukkan kepala dan  meraupnya di atas bumi
Lelaki Tua dengan suara begetar mendekatiku "Suhe, gerobak lu mana?"
telapak tangan kasar itu sekalin menarik bajuku
"dicuri Bang, pas gue lagi tidur"
"bangsat tuh maling, emang ngak punya otak"
"mungkin otaknya disimpan dalam lemari bang"
Dialog tentang pecuripun lenyap
Ketika mereka berdua melangkah di sudut jalan yang berbeda
Tak ada gunanya memaki
Esoknya dia akan kembali dengan wajah sembringah tanpa berdosa
Tepat dihadapanku
Hah, ambisi dengan seribu sisi
Sekali kutekankan  negri kita lumbung pencuri
Dari hunian kumuh rumah tanpa halaman
hingga gedung mewah berlantai kain sutra
apalagi  dengan telapak sepatu dari  Paris
jarum waktu dari Swiss, melingkar di pergelangan tangan yang mulus
hobinya suka keluyuran ke luar negri
masih saja terbuai
mungkin, nuraninya sudah tergadai
sadarilah wahai orang-orang yang terpilih
Negri ini sumbing kemiskinan
Jangan diracuni lagi oleh manusia yang sumbing akal sehat
Emang tak tahu diri sih
Kutitipkan salam padamu pencuri dari Saya orang-orang tak kau kenali
"Selamat bersitiarahat siapapun itu"
Kuharap tidur siangmu ditemani mimpi
Biarlah kami setia menyaksikan kesengsaran tanpa usai di negri pencuri
Rumahku, di tepi jalan Hasyim Ashari
Jika kalian punya waktu datang dan bertamulah dijalanan bersamaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H