Teruntuk pemimpin negriku
Gimana kabarnya pagi hari ini?
Sudahkah, Bapak dan Ibu minum secangkir susu
Dengan roti tawar bakar yang diolesi mentega
Selai kacang yang dikawinkan dengan coklat yang lumer
Sepertinya cacing perutku sangat tergoda untuk mencicipinya
Oh ya, aku lupa atau amnesia
Kalau bapak dan ibu tidak pernah bertanya keadaanku
Semoga kejadian hari Senin kemarin
Dengan kursi kayu empuk yang berjejer
Masih terngiang dan menggebu di pikiranmu
Aku bersyukur Pak Ketua
Kita saudara dan kau pemimpinku
Kenapa aku bisa merinding sampai ketulang
Ketok palumu begitu nyaring membuat gendang telingaku berdarah
Tapi Pak Ketua masih berdiri tegap dengan jas barunya
Pak Ketua
Sekarang, aku melihat di hadapanku
Wajah-wajah buruh menjadi beku
Sebentar lagi kebekuan itu menjalar ketubuhku
Memang itu keputusan
Aku lihat kalian saling beradu argumentasi
Aspirasi, fraksi, birokrasi, intruksi dan emosi
Pandemi belum berakhir
Pesta emosi kembali lahir
Kami memang rakyat bodoh
Yang semakin hari semakin dibodohi
Regulasi, hipergulasi dan relasi
Yang Pak Ketua suarakan itu
Hanya meninggalkan bekas kesengsaraan
Pak Ketua!
Aku yakin kamu takut keluar dari istanamu
Wajar, kau tak mau disakiti
Cukup kami yang disakiti
Sudah dua hari aku bertempur di jalanan, Pak
Bersama saudaraku dengan segala perbedaan
Tak kupedulikan pandemi ini
Karena Pak Ketua dengan undangan terbuka
ingin melakukan pesta besar-besaran
Tapi lucunya, Pak Ketua yang mengundang hilang seketika
Oh, bumi pertiwiku yang malang
Selamat berkibar bendera putih
Karena Tuan Keadilan telah terkubur hari Senin kemaren