Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ungkapan Lelaki Ambon

5 Februari 2020   19:35 Diperbarui: 5 Februari 2020   19:40 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu dengan kesibukan dan kebisingan manusia dan transportasi. Rutinitas ku setiap hari menunggu  
 busway di Blok M menuju Ciputat. Sembari duduk di kursi tunggu . 

Seorang laki-laki berkulit hitam, keturunan Ambon dengan rambut keritingnya bertanya dengan dialek Ambon "emoticon ini apa maksudnya?"
Saya melihat layar hp yang disodorkan padaku "oh, dia ngajak bercanda  kak". 

Dia menatapku dan menganggukkan kepala, dan kembali mengetik dilayar android bewarna hitam. Tak lama kemudian dia melamun dan kembali mengutarakan pertanyaan padaku. "Mbak, kalau kamu jadi bos, kamu pilih karyawan yang seperti apa?"
"Kalau saya jadi bos, saya akan cari orang yang bertanggung jawab, kreatif bisa kerja tim, suka tantangan terus cekatan" jawabku dengan spontan

"Apa harus tinggi dan tampan?" Ucapnya dengan serius
"Kalau kriteria fisik saya ngak terlalu penting mas itu kan cuma cover, yang penting itu Kepribadiannya"

"Saya heran dengan beberapa perusahaan yang saya lamar, mereka menolak saya terus, iya saya pendek, hitam, tapi saya orangnya bisa dipercaya, dan juga mau bekerja keras, tapi mereka tidak memberi saya kesempatan" ucapnya dengan penuh sesal

Saya melihat lelaki berbaju kuning ini, begitu kecewa dengan hasil  tes wawancara perusahaan.


 Tak sampai disitu luapan kekecewaannya pun bersambung dengan berkata "Tuhan menciptakan saya seperti ini, namun perusahaan memberikan kesulitan kepada saya. Saya orangnya jujur, berani dan punya wawasan. Tapi mereka tidak percaya sama saya.

 Makanya beberapa perusahan tidak pernah maju, karena selalu melihat seoarang dari luar bukan kemampuan". 

Curhatan yang penuh perjuangan dan berbalut kecewa itu saya dengarkan dengan baik. Mungkin sudah lama kekecewaan tersebut tersimpan dalam benaknya. Setidaknya luapan pagi ini membuat dirinya lebih baik

Itulah Jakarta sekeping cerita dari mereka yang masih berkelana kesana kemari mencari tempat untuk mengembangkan diri dan menghasilkan uang. 

Pendidikan mengajarkan kita untuk berpikir rasional, radikal dan empati. Tapi kesuksesan tergantung pintu hari ini. Never give up untuk dirimu, tak semua orang langsung bisa. Kuncinya proses dan keyakinan untuk memulainya


Dari ungkapan keluh kesah tersebut saya ikut bersimpati dengannya. Kenapa harus  ada pembeda sesama manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun