Kantong plastik merupakan jawaban dari permasalahan masyarakat global perihal bagaimana susahnya  membawa barang ataupun makanan dalam jumlah yang cukup banyak. Dahulu, sebelum adanya kantong plastik, kebanyakan orang menggunakan kantong kertas yang dalam proses produksinya menghasilkan ketidakseimbangan alam akibat banyak pohon yang ditebang untuk menciptakan barang tersebut.
Sten Gustaf Thulin (1959) menyatakan bahwa kantong plastik dibuat untuk menyelamatkan planet, kantong yang dibuat dari material polimer tersebut adalah jawaban untuk menciptakan kantong yang bisa dibawa ke mana saja dan murah untuk dibuat tanpa harus menebang pohon dalam pembuatannya.
Sementara itu, kantong plastik sekarang menjadi suatu polutan terbesar yang ada di dunia. Dalam kategori sampah plastik, kantong plastik menjadi  mayoritas sampah yang ada pada kategori tersebut disebabkan kantong plastik digunakan antara 500 juta sampai 1 milyar kantong oleh seluruh penduduk dunia dalam satu tahun (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, 2019).
 Adapun penggunaan kantong plastik sekali pakai mulai dilarang oleh beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Banjarmasin, Denpasar, Bogor, Semarang, Surabaya, dan Bekasi. Pemerintah Indonesia juga sudah mulai membuat peraturan Menteri untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai seperti kantong plastik, secara nasional, dimulai 1 Januari 2030 (PermenLHK No. 75 Tahun 2019). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Pasal 11 pun disebutkan perihal pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
Namun, ada satu kesalahan besar dalam penerapan kebijakan perihal kantong plastik. Disebabkan kantong plastik sekali pakai dalam penerapannya dilarang, perusahaan F&B seperti McDonalds, Mangokku, KFC, dan restoran fast food lainnya untuk membawa makanan pada sistem take-away dan delivery menggunakan kantong spunbond. Spunbond adalah kain sintetis yang dibuat dari bahan polypropylene atau yang lebih dikenal sebagai biji plastik yang disusun kuat melalui proses kimiawi. Walaupun spunbond diklaim eco-friendly, namun spunbond tidak biodegradeable.
 Hal tersebut apabila tidak diregulasi dengan baik, maka akan menciptakan sampah sekali pakai yang baru yang lebih berbahaya dibandingkan kantong plastik karena sampah spunbond, lebih susah terurai. Bukti nyatanya adalah di tempat penulis tinggal, Surabaya. Sampah spunbond menjadi sampah sekali pakai karena kebiasaan untuk memakai kembali suatu barang masih kurang dilakukan. Setelah pengantaran makanan alih-alih spunbond yang diberikan disimpan untuk dipakai kembali, tetapi malah dibuang oleh kebanyakan warga sekitar. Spunbond yang mahal dalam produksinya dan menghasilkan polusi lebih banyak memiliki fungsi yang sama seperti kantong plastik.
Maka dari itu, penerapan dari kebijakan kantong plastik yang sudah ada dirasa kurang lengkap apabila tidak memberatkan pengunaan kembali spunbond ini ke perusahaan F&B tersebut sehingga spunbond yang tadinya dibuat dengan biaya yang lebih mahal dapat digunakan kembali oleh perusahaan. Dengan melakukan hal seperti itu, tidak hanya akan menghemat biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan F&B akan tetapi membantu menjaga lingkungan juga dengan memastikan spunbond yang dipakai digunakan kembali.
http://simlit.puspijak.org/files/other/6_Plastik.pdf