Mohon tunggu...
Dikta LavidaLoca
Dikta LavidaLoca Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Manusia bernapas berkaki dua

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Mental

14 Juni 2024   19:26 Diperbarui: 14 Juni 2024   20:02 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak asasi manusia terus menghadapi krisis yang serius tujuh dekade setelah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diadopsi pada tanggal 10 Desember 1948. Lingkungan hidup terkena dampak krisis ini, khususnya hak-hak manusia terhadap lingkungan hidup. Hubungan antara hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang semakin buruk menyebabkan perubahan alam terjadi lebih cepat.

Lingkungan hidup terdiri atas seluruh satuan ruang yang tersusun atas unsur-unsur biotik dan abiotik, termasuk manusia dan cara berperilakunya, yang berdampak terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk hidup. Hak untuk melestarikan lingkungan hidup dari kerusakan dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab merupakan dua aspek hak atas lingkungan hidup. Mengingat lingkungan hidup juga mempunyai hak untuk dilindungi. Setiap manusia dilahirkan dengan hak untuk memperoleh dan memiliki hak asasi manusia. Hak asasi manusia harus terus diperjuangkan selama masih ada manusia, karena manusia bisa saja hidup dalam keadaan sejahtera dan miskin.

Setiap tahun, berita tentang banjir bandang, naiknya permukaan air laut, kebakaran hutan, dan bencana alam lainnya membanjiri berita global. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali, dengan tingkat keparahan yang semakin besar. Seiring berjalannya waktu, terdapat peningkatan kesadaran dan ketegangan masyarakat mengenai urgensi isu-isu terkait perubahan iklim. Masyarakat telah membicarakan masalah ini dan menyikapinya dengan cara yang berbeda-beda dari generasi ke generasi.

Kerusakan alam yang terjadi saat ini dapat dengan mudah digunakan sebagai indikator (alat ukur) terjadinya perubahan lingkungan yang signifikan, misalnya:

  • Biasanya kita cukup menggunakan sunscreen 1x sehari, namun sekarang butuh pemakaian 2x sehari
  • Dapat kita lihat pada laut Jakarta Utara, untuk mengetahui apakah volume air lautnya bertambah atau tidak masyarakat sekitar membangun tembok tepat disebelah masjid. Dengan interpretasi, apabila volumenya bertambah, masjid dibalik tembok akan tenggelam.
  • Tidak adanya ikan dan keindahan terumbu karang pada Laut Ancol
  • Limbah dan polusi yang cukup parah dihasilkan oleh beberapa industri di Bekasi. Anehnya, hal-hal yang terjadi saat ini masih dianggap lumrah oleh sebagian orang, pasrah akan keadaan dan tidak dipertanyakan!

Kebakaran hutan di Amerika, banjir, mencairnya permukaan laut dan perubahan pola cuaca akibat perubahan iklim semakin mempengaruhi kehidupan sehari-hari jutaan, bahkan miliaran orang. Manusia menderita ketika lingkungannya menderita. Perubahan iklim semakin mengganggu realisasi hak asasi manusia yang mendasar dan diakui secara internasional termasuk hak atas hidup, kesehatan, budaya, pangan dan pembangunan. Target-target tersebut pertama-tama akan dicapai oleh kelompok termiskin dan paling rentan, namun pada akhirnya, semua orang akan terkena dampak krisis ini.

American Psychological Association (APA) menegaskan bahwa permasalahan lingkungan berdampak langsung pada kesehatan mental masyarakat. Secara khusus, permasalahan yang akan dihadapi anak-anak dan remaja di masa depan akan semakin kompleks. Ketika APA menerbitkan jurnalnya pada tahun 2017, mereka juga mempopulerkan istilah “Eco-Anxiety.”

Para peneliti menyebut istilah ini—yang mungkin masih Anda anggap aneh—sebagai dampak jangka panjang dari melambatnya perubahan iklim terhadap kesehatan mental. Gejala Eco-Anxiety meliputi ketakutan, kecemasan, depresi, dan PTSD. Terbukti, ada perbedaan antara kecemasan biasa dan kecemasan terkait iklim. Emosi sehari-hari adalah normal dan harus dialami. Sebaliknya, dengan kecemasan terhadap lingkungan, segalanya menjadi berbeda karena kekhawatiran terhadap perubahan iklim kemudian mengganggu aktivitas sehari-hari. Saat ini, diagnosis kecemasan lingkungan secara pasti masih belum dapat ditentukan.

Perubahan iklim telah menjadi salah satu masalah paling signifikan yang dihadapi umat manusia dalam beberapa dekade terakhir. Banyak solusi teknologi, politik, dan ekonomi telah lama diusulkan. Namun mengapa hal ini sering diabaikan hingga puncak krisis semakin dekat? Dunia diperkirakan akan mengalami kerusakan besar pada bidang alam dan iklim pada tahun-tahun mendatang. Sayangnya, berbicara positif bukanlah suatu pilihan ketika membahas masalah ini, terutama pada anak-anak dan remaja.

Permasalahan terkait perubahan iklim menghadirkan sumber solusi potensial bagi kekhawatiran ini. Penting untuk mencapai keseimbangan antara tetap waspada terhadap isu-isu iklim dan memiliki rasa persatuan ketika menangani masalah ini. Mengambil tindakan nyata adalah cara terbaik untuk mengatasi hal ini. Ambil langkah kecil pada awalnya, seperti mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan peralatan sekali pakai. Mungkin saja kita tidak bisa langsung melihat dampak penuh dari penyesuaian kecil, namun menyerah juga tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Contoh lainnya adalah dengan bertukar pikiran, kita juga bisa melonggarkan cengkraman rasa cemas yang ada pada diri kita.

Greta Thunberg, seorang aktivis lingkungan berusia 18 tahun, menjalankan kampanye tentang topik-topik yang berkaitan dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Ia mendirikan "School Strike Climate" pada tahun 2018 bersama beberapa temannya untuk memberikan wadah bagi remaja untuk bersuara. Setelah mempertimbangkan dua pendekatan yang telah kita ambil untuk mengatasi kecemasan lingkungan di masa lalu, mungkin ini saatnya mengubah kecemasan lingkungan menjadi alat yang berguna dalam memerangi perubahan iklim. Memanfaatkan. Ambil tindakan untuk mengatasinya.

Hak-hak personal apakah yang bisa kita gunakan?

  • Melakukan Personal Campaign, Gunakan prinsip "Apa yang kita lakukan, akan kembali ke kita lagi".
  • Menggunakan transportasi umum.
  • Memilah sampah organik dan anorganik, mulai dari ranah rumah tangga terlebih dahulu.
  • Meningkatkan awareness terkait lingkungan (green awareness).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun