Mohon tunggu...
Orang Awam
Orang Awam Mohon Tunggu... -

memandang sesuatu dari kacamata orang awam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

sedikit pendapat tentang RSBI

16 Mei 2011   17:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:34 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jika dilihat dalam pelaksanaannya, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan RSBI. Salah satunya mungkin karena pemerintah indonesia terlalu berambisi untuk mendapatkan pengakuan internasional bidang pendidikan. Pemerintah mulai mengadakan perijinan RSBI, yang kemudian disambut baik oleh banyak lembaga pendidikan. Yang mengecewakan, banyaknya sekolah negeri yang ikut-ikut mengajukan perijinan RSBI. Padahal, biaya untuk bersekolah di RSBI sangatlah mahal, antara 400-500ribu per bulan, belum uang masuk yang berkisar antara 6juta. Sekolah negeri harusnya bisa diakses oleh berbagai kalangan, dari yang mampu hingga kurang mampu. Pemerintah telah salah jika mengabulkan perijinan RSBI kepada sekolah negeri. Perijinan RSBI harusnya diberikan kepada sekolah swasta terlebih dahulu, tapi tentunya hanya sekolah swasta yang berprestasi baik di setiap kabupatennya. Kalau tidak ada, baru beralih pada sekolah terbaik se kabupaten tersebut, sehingga kualitas pendidikan sedikit terjamin. Tapi, pemerintahmalah mengeluarkan ijin sembarangan, dan kini susah sendiri karena kesalahan yang mereka perbuat.

masalah penggunaan bahasa, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, salah satunya memuat poin bahwa sekolah SBI menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunaknn dalam forum internasional untuk pelajaran tertentu. Kebetulan, bahasa yang paling sering digunakan dalam forum internasional adalah bahasa inggris, maka dalam penyelenggaraan SBI di indonesia akan cenderung menggunakan bahasa inggris dan akan cenderung mencari sekolah mitra yang menggunakan bahasa pengantar utama yang berbahasa inggris.

Masih dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.78 tahun 2009 pasal 5 ayat (5), “Penggunaan bahasa pengantar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai dari kelas IV untuk SD.” Sebenarnya penggunaan bahasa inggris bisa saja terwujud, asal dari awal peserta didik telah dididik untuk terbiasa dengan penggunaan bahasa inggris/bahasa lainnya yang digunakan sekolah, begitu juga pendidiknya. Jika hal ini telah dipersiapkan dengan baik, tidak ada lagi kendala dalam penggunaan bahasa inggris. Namun, sayangnya, untuk sekolah yang di daerah bukan ibukota seperti Jakarta, masih kurangnya pembiasaan kepada peserta didik untuk menggunakan bahasa inggris apalagi bahasa asing, yang hal ini mungkin dikarenakan ketidakmampuan pendidik dalam menggunakan bahasa-bahasa tersebut. Masih lemahnya penguasaan bahasa asing, terutama bahasa inggris oleh pendidik harus dijadikan salah satu perhatian pemerintah karena bahasa inggris merupakan bahasa internasional, sehingga jika ingin bersaing dengan dunia internsional, harusnya telah dibekali dengan pengusaan bahasa inggris yang baik.

Tetapi, menurut Hywel Coleman, peneliti senior bidang pendidikan keguruan di University of Leeds, Inggris, “Menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di tingkat SD tidak membantu suatu negara untuk menjadi maju, namun bisa sebaliknya.” Kejadian tersebut dialami oleh sekolah di Malaysia. Di Malaysia, sempat ada program dwibahasa untuk mapel SAINS dan Matematika. Namun, pemerintah Malaysia telah menghapus kebijakan penggunaan bahasa inggris mulai tahun 2012 untuk mapel SAINS dan Matematika karena ketidaksiapan pendidik serta tekanan dari berbagai pihak yang menganggap penggunaan bahasa inggris justru akan menghambat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

Penggunaan bahasa inggris saja sudahmenyulitkan, apalagi jika harus menggunakan bahasa lainnya seperti Jepang yang masih harus belajar cara menulis hurufnya, atau bahasa Perancis yang kedudukan dan kesulitannya bisa diserarakan dengan bahasa Jawa, salah satu bahasa yang dianggap sulit selain Jepang, Ibrani dan yang lainnya. Sepertinya, pemerintah indonesia harus mengikuti jejak pemerintah malaysia untuk menghapuskan penggunaan bahasa asing dalam pembelajaran. Sebagai gantinya, bisa diadakan kelas tambahan untuk bahasa inggris/bahasa asing lain.

Secara keseluruhan, penyelenggaraan SBI yang sekarang masih RSBI, haruslah segera dihentikan, karena dari awal sudah terlihat bahwa pendirian RSBI hanya mengejar prestise agar pendidikan di indonesia lebih dipandang oleh negara lain, tanpa memperhatikan kesiapan yang sebenarnya menjadi unsur penting dalam penyelenggaraan SBI. Kalau dilihat di Jepang, pendidikannya begitu maju, tapi ternyata masih menggunakan kapur dan papan tulis biasa, tidak menggunakan alat yang terlalu canggi. Harusnya, jika memang ingin memajukan pendidikan, jangan melihat “embel-embel”, tapi harus mengedepankan kualitas, terutama kualitas pendidik. Jika pendidiknya baik dan mampu mentransfer ilmu dengan baik, maka output-nya juga akan baik. Apalagi jika didukung fasilitas yang mutlak untuk penbelajaran, misalnya laboratorium yang lengkap, perpustakaan yang lengkap dan nyaman, serta kondisi lingkungan yang mendukung pembelajaran, maka dengan sendirinya pendidikan akan berhasil. Sebenarnya bukan secanggih apa fasilitasnya, tapi bagaimana menumbuhkan minat belajar anak sehingga mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki, seperti di Jepang. Orang Jepang terkenal dengan kedisiplinan, keuletan dan ketekunannya, yang menjadikan mereka leder dalam berbagai hal, walaupun tidak menjadikan sekolah mereka SBI seperti yang dalam angan pemerintah indonesia.

Pemerintah terlalu berkhayal dalam penyelenggaraan RSBI ini, karena pemerintah tidak mempertimbangkan tingkat kesejahteraan rakyat, dimana masih banyak anak yang tidak mungkin bersekolah di SBI karena tingginya biaya yang dikenakan. Malah, sepertinya RSBI ini hanya dijadikan sebuah proyek, terutama bagi sekolah yang mengajukan ijin RSBI, karena banyaknya keuntungan yang didapat bagi sekolah yang menyelenggarakan RSBI, karena akan banyak uang yang didapatkan sekolah yang telah mendapat ijin dan berstatus sebagai RSBI.

Harusnya pemerintah lebih berfokus kepada bagaimana menyetarakan semua sekolah, sehingga tidak ada bedanya antara sekolah A dan B, dalam artian memiliki kualitas yang hampir sama, sehingga tidak ada lagi sekolah yang tertinggal. Anak bisa bersekolah di sekolah terdekat, tidak perlu lagi sekolah yang jauh dari rumah yang harus diantar oleh orang tua, seperti di Jepang dimana semua sekolah hampir setara, sehingga sekolah dimanapun sama saja. Selain itu, akan lebih baik jika dana untuk sekolah RSBI digunakan untuk membenahi sekolah yang hampir roboh dan melengkapi fasilitas penunjang yang benar-benar diperlukan untuk pendidikan, misalnya perpustakaan yang lengkap. Dengan adanya RSBI, pemerintah telah merenggut hak rakyat indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena dana yang harusnya untuk rakyat umum malah diberikan kepada lembaga tertentu yang dianggap lebih baik dan akan mengangkat nama indonesia di mata dunia. Pemerintah juga terasa menganggap orang miskin tidak berhak mendapat sekolah yang layak, menjadikan mereka priorotas sekian, dibanding dengan orang kaya yang mampu membayar sekolah dengan tarif internasional tapi penyelenggaraannya terlalu dipaksakan.

Pemerintah, sebagai penguasa harusnya mengedukasi masyarakat untuk lebih menghargai apa yang ada di indonesia, bukannya malah berkhayal untuk melebihi negara lain. Sampai kapanpun, sifat inlander tidak akan hilang sebelum pemerintah memberi contoh untuk menghargai karya bangsa dan bersama rakyat menggerakkan untuk mengembangkan negara dengan konsep dan kekuatan mandiri. Tapi, yang banyak terjadi, justru pemerintah lah yang menyuburkan sifat inlander, karena dalam banyak kebijakan, pemerintah tidak memperhitungkan keadaan kondisi masyarakat, dan sering melupakan kearifan bangsa indonesia. Hendaknya pemerintah mampu menggerakkan rakyat untuk berkreasi, membantu rakyat untuk mandiri, karena bangsa ini sudah merdeka dan tidak berada dalam tekanan manapun, tetapi sebuah bangsa yang harus mencari dan mempertahankan ciri khas yang ada, bukannya malah menjiplak sana-sini, serta tidak menjalankan sesuatu yang kurang mampu mengembangkan rakyat indonesia secara keseluruhan.

(diambil dari berbagai sumber )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun