Mohon tunggu...
Diksi_Istimewa
Diksi_Istimewa Mohon Tunggu... Tutor - A Learning

Keep Fighting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Beri Ruang Bagi Sekularisme

11 September 2024   11:26 Diperbarui: 11 September 2024   11:26 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan Beri Ruang Bagi Sekularisme

KBBI menerangkan sekularisme sebagai paham atau pandangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Sebuah negara atau masyarakat yang menjadikan sekularisme sebagai asasnya, akan menolak dengan tegas adanya peran agama dalam kehidupan, kecuali dalam urusan ritual semata. 

Muasal paham ini adalah dari negeri Barat, yang mana dahulu kala masyarakat sana jengah lantaran agama kerap kali dijadikan alat legitimasi bagi kalangan agamawan dan negarawan setempat. Mereka dituding menjadikan doktrin atas nama agama untuk menetapkan aturan dalam bermasyarakat yang sifatnya memberatkan bahkan cenderung menindas. Jengahnya masyarakat ini lalu memunculkan kalangan cendekiawan dan sekelompok orang yang mendobrak kebiasaan tersebut. Hingga sejak saat itu lahirlah keputusan jalan tengah, yakni agama tetap ada, namun jangan dipakai dalam menetapkan aturan di kehidupan publik. 

Sayangnya seiring berkembangnya waktu, paham sekularisme ini diangkut juga ke negeri-negeri lain seiring meluasnya jajahan Barat. Bahkan pasca penjajahan secara fisik berakhir, pemasaran sekularisme semakin gencar hingga merambah ke negeri-negeri Muslim. Tentu menjadi aneh bila sekularisme dipaksakan ke negeri-negeri kaum muslimin. Mengapa? Sebab agama yang diyakini kaum muslimin tidak membenarkan kedzaliman atas nama agama. Pun agama bagi Muslim sendiri sejatinya adalah asas bagi lahirnya aturan bagi seluruh sisi kehidupan Muslim itu sendiri. 

Muslim diperintahkan menjalankan Islamnya secara menyeluruh tanpa terkecuali (lihat QS. Al-baqarah ayat 208). Pun di dalam Alquran surat Al-Ahzab ayat 36, Allah berfirman:

"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata."

Maka bila menarik aturan agama Islam dari urusan kehidupan kaum muslimin, termasuk dalam urusan bernegara, kalimat pada ujung ayat tersebut bisa saja terjadi. Sehingga tidak heran bila sekularisme sudah merebak dan bertumbuh di suatu masyarakat ataupun negara, kerusakan atau bahkan kedzaliman mulai bermunculan. 

Beberapa pekan lalu ramai pro kontra soal lepas kerudung sebagai persyaratan keseragaman misalnya. Hal ini jelas seakan menganggap perintah agama bukan sebagai sesuatu yang mutlak harus ditaati bukan? Contoh lainnya dalam hal ekonomi, ketika kepemilikan harta kekayaan tidak mengikuti bagaimana aturan Islam, maka kekayaan umum yang harusnya dinikmati setiap lapisan masyarakat justru hanya dikuasai segelintir orang. 

Sekularisme yang menerjang pergaulan pun tak kalah mengerikan. Kabar seks bebas yang kian masif, kian bervariasi modelnya, kian parah levelnya sepertinya bukan isapan jempol belaka. Hingga kabarnya ada yang berusaha menyolusi dengan jalan pelayanan kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja. Konsep ini dinilai blunder, dan otomatis menjadi ruang terbuka bagi setiap mereka yang peduli untuk memikirkan solusi lain agar remaja dan anak sekolah yang belum menikah tidak semakin masuk ke jebakan pergaulan bebas. 

Contoh-contoh di atas jelas menunjukkan bahwa sengaja menjauh dari aturan Allah bagi kaum muslimin, bukanlah pilihan tepat. Sehingga tidak layak apabila kaum muslimin terjebak pada promosi gaya hidup ala sekularisme. Yang ada, seharusnya sekularisme jangan diberi ruang. Mengapa? Karena bagi Muslim, agama adalah panduan hidup, yang semua garis besarnya sudah Allah turunkan langsung di dalam Alquran. Kitab yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan mencakup semua urusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun