Oleh : Arya Dimas Suprayitno - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan 2019
“Kita perlu optimis bahwa perubahan perilaku masyarakat di era digital ini dapat menjadi peluang ekonomi baru untuk Indonesia. Ini momentum yang sangat spesial di mana dari sisi teknologi dan lingkungan secara global pun, ekonomi digital ini berkembang dengan sangat cepat,” tegas Darmin Nasution selaku Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia pada Indonesia Business and Development Expo tahun 2017 silam.
Secara tidak sadar, revolusi industri 4.0 telah membawa kegiatan masyarakat ke dalam bentuk digitalisasi. Kita beri beberapa contoh sederhana yang sudah familiar, seperti penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), e-wallet, e-ticketing, dan marketplace. Dapat dilihat, mulai dari bertransaksi untuk belanja sehari-hari, memesan tiket bioskop dari rumah, hingga membeli barang apa saja dari marketplace kini mudah direalisasikan hanya lewat genggaman.
Setiawan dan Mahyuni (2020) menemukan beberapa alasan mengapa UMKM menyediakan opsi QRIS sebagai metode pembayaran, yaitu mudah digunakan, mudah dipahami, dan juga pengaruh dari pihak eksternal yang merekomendasikan QRIS sebagai metode pembayaran. Hampir sama dengan QRIS, Puteri dan Wijayangka (2020) juga menyebutkan alasan para pelaku UMKM menjadikan e-wallet sebagai opsi pembayaran, yaitu kemudahan transaksi, keamanan transaksi, dan pengaruh pihak eksternal dalam menawarkan e-wallet sebagai metode pembayaran.
Digitalisasi Menuju Financial Technology
Dalam penerapan yang lebih kompleks, digitalisasi ekonomi juga telah menciptakan sebuah inovasi baru berupa financial technology (fintech) yang masuk sebagai salah satu Industri Keuangan Nonbank. Dalam laman Otoritas Jasa Keuangan, financial technology adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik. Sampai 20 Januari 2023, OJK telah mengizinkan 102 fintech beroperasi di Indonesia, dimana 27 diantaranya beroperasi secara syariah.
Urgensi Financial Technology
World Bank (2018) menyebut bahwa fintech dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan, salah satunya dengan menjadikan fintech sebagai wujud inklusi keuangan. UMKM merupakan satu komponen yang wajib mendapatkan dukungan dana dari fintech, mengapa begitu? Darwin (2018) menegaskan, walaupun mayoritas pelaku usaha yang beroperasi di Indonesia berbentuk UMKM, tetapi UMKM memiliki akses terbatas terhadap modal terutama kredit dari bank. Lalu, mengapa fintech dirasa sebuah solusi yang tepat?
Berdasarkan data per Agustus 2022 dari OJK (2022), pembiayaan UMKM oleh industri keuangan non bank (dalam hal ini Fintech P2P Lending dan Lembaga Pembiayaan) mencapai sebesar Rp151,9 triliun atau 32,97%. Persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan industri perbankan.
Mengenal Peer to Peer Lending (P2P)
Syafril (2020) membagi financial technology menjadi empat kelompok, salah satunya adalah Peer to Peer Lending (P2P). Sistem kerja dari P2P adalah mempertemukan antara pemberi pinjaman dan pencari pinjaman dalam satu platform. Nantinya, pemberi pinjaman akan mendapatkan bunga ataupun margin dari dana yang telah ia pinjamkan.