Jadi, jangan heran jika kaum jelata sulit untuk mendapatkan keadilan.
Itu semua karena keadilanmu tergantung dari "angka" yang ada pada dirimu. Jika anda tidak memiliki itu, rasa-rasanya anda jangan terlalu berharap untuk mendapatkan keadilan yang terlihat sangat indah itu.
Karena dalam realitanya, sebuah keindahan itu tidak bisa anda dapatkan secara cuma-cuma !
Pada akhirnya, "angka" menjadi alat tukar tambah yang menentukan sebuah timbangan keadilan dunia. Maka tidak heran, jika banyak regulasi Hukum yang dibuat oleh urusan mereka di parlemen dengan melakukan normalisasi terhadap penindasan dan eksploitasi besar-besaran terhadap hak-hak rakyat jelata.
Mungkin terlihat naif, tapi kedaulatan Hukum sebagai representasi dari kedaulatan rakyat dalam konstitusi bernegara ternyata telah di rampas oleh mereka sehingga slogan-slogan keadilan yang ada hanya menjadi sebagai sebuah kiasan belaka.
Karena pada faktanya, anda punya "angka", berarti anda punya kuasa !
Sungguh terlihat logis. Karena sistem logika yang berjalan oleh "angka" sudah berhasil membuat logis logika kita.
Mengingat Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa negara kita adalah negara hukum, sudah selayaknya semua perangkat, prosedur dan kemahiran hukum menjadi hak dasar yang harus dipenuhi untuk seluruh warga negara tanpa komersialisasi pendidikan dan profesi.
Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat hari ini saling bahu-membahu untuk menciptakan sistem pendidikan dan prosedur penegakan hukum alternatif yang berkeadilan, efektif, efisien dan tentunya dapat diakses oleh seluruh golongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H