Mohon tunggu...
Diki Yakub Subagja
Diki Yakub Subagja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang Kota Tangerang Selatan

Mahasiswa Fakultas Hukum yang senang dengan perkembangan isu Sosial, Politik dan Hukum yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Yang Gitu-Gitu Aja: Banyak Basa-Basi, Minim Solusi!

7 Agustus 2024   12:47 Diperbarui: 7 Agustus 2024   13:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Poster Pilkada 2024/dokpri

Menyambut momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik di tingkat Provinsi atau Kabupaten yang akan dilaksanakan secara serentak sekitar bulan November tahun 2024 ini, Lagi-lagi kita hanya di sodorkan sebuah baliho-baliho, spanduk-spanduk ataupun poster dari beberapa kandidat kepala daerah yang akan berkontestasi.

Sayangnya, alat peraga kampanye tersebut bahkan nihil gagasan dan sebagian besar diantara kita masih mewajarkan budaya komunikasi politik seperti itu yang lebih memprioritaskan eksistensi daripada substansi.

Padahal, setiap daerah tentu mempunyai permasalahan masing-masing yang variatif dan sangat kompleks sesuai dengan kondisi daerah tersebut.

Pertanyaannya, apakah permasalahan-permasalahan itu bisa terselesaikan melalui penyebaran baliho-baliho atau spanduk-spanduk calon kandidat kepala daerah mulai dari jalan gang sempit sampai jembatan layang?

Tentu jawabannya tidak! Bukannya memberikan solusi untuk permasalahan, justru metode kampanye seperti itu malah menimbulkan permasalahan baru khususnya dalam ketertiban lingkungan dan berpotensi menjadi sampah visual yang menghalangi keindahan pemandangan alam ciptaan tuhan.

Kampanye Yang Gitu-Gitu Aja
Sejak awal kontestasi pemilu dijalankan, kita sebagai masyarakat tidak pernah benar-benar diberikan tawaran yang konkret dari calon kandidat untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan kita sendiri.

Kita terus-terusan saja dari dahulu sampai sekarang mau diberikan janji-janji yang minim bukti tanpa mengetahui sejauh mana kandidat itu mau membenahi permasalahan daerah kita sendiri. Mulai dari isu Sosial seperti naiknya angka pengangguran, fakir miskin, kelaparan sampai isu trend global seperti teknologi digital khusunya perkembangan artificiall intelligence (AI).

Bahkan lebih buruknya lagi, kita sudah merasa terbiasa jika suara kita sampai di komersialisasi oleh beberapa oknum yang memang mencari penghidupan di dalam sektor politik musiman seperti momentum Pilkada ini. Selain itu, mungkin diantara kita ada juga yang memang memanfaatkan momentum Pilkada ini dengan tujuan komersialisasi.

Ya, mari kita berkumpul sebanyak-banyaknya lalu kita tukar suara kita dengan sebuah "imbalan"! Angka kita, kita tukar dengan Angka!

Lagi-lagi, bukannya menjadi solusi tapi tindakan tersebut malah akan meningkatkan potensi korupsi apabila si kandidat itu terpilih nanti. Hal itu dikarenakan ongkos politik yang kandidat tersebut gunakan akan menjadi semakin besar dan tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan pada posisi jabatan yang akan dijalankan.

Akhirnya, supaya balik modal, kandidat terpilih itu akan mencari celah kecurangan di dalam pengambilan kebijakan supaya bisa mengembalikan modal yang sudah ia keluarkan pada saat kampanye.

Jadi, dari metode kampanye yang dilakukan oleh para kandidat kontestan pilkada nanti, kita sudah bisa melihat mana yang memang benar-benar akan mengabdi untuk rakyatnya sendiri, mana yang hanya akan berdagang dengan rakyatnya sendiri.

Jika mengutip istilah Rocky Gerung itu kita akan melihat yang mana itu "Leader" dan yang mana itu "Dealer"!

Oleh karena itu, jika memang benar-benar kita akan merayakan kembali pesta demokrasi, mari kita sama-sama kenali dan analisis secara kritis tawaran dari para kandidat kita nanti itu seperti apa. Jangan sampai suara kita ditukar dengan angka 50ribu, apalagi cuma omon-omon saja.

Mari kita pastikan bersama bahwa tawaran para kandidat nanti itu benar-benar kedepannya akan membawa dampak positif untuk pembangunan dan penataan wilayah di daerah kita masing-masing.

Pembaharuan Kualifikasi & Metode Kampanye
Konsekwensi dari kontestasi adalah kualifikasi. Sistem kualifikasi saat ini perlu dilakukan sebuah pembaharuan mulai dari peserta pemilu baik itu partai politik, gabungan partai politik sampai penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Jika kita tinjau salah satu syarat pencalonan pada Pilkada dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, persyaratan yang memperlihatkan kualitas kandidat dalam merumuskan tawaran kebijakan hanya tertera dalam Pasal 13 nomor (1) huruf d angka 4 yang menyebutkan; 

"naskah visi, misi, dan program Pasangan Calon telah sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah;".

Sisanya, lebih kearah jumlah perolehan kursi kader partai di parlemen (DPRD), kesepakatan partai politik, jumlah dukungan minimal (perseorangan), surat kondisi kesehatan, surat peryataan tidak sedang dijatuhi hukuman pidana dan lain sebagainya.

Padahal, porsi kualifikasi individu dalam pasal 13 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tersebut perlu dilakukan pembaharuan contohnya seperti melampirkan minimal 5 Program dari penjabaran Visi Misi kandidat yang menjadi solusi terhadap 5 masalah prioritas yang terjadi di masing-masing wilayah berdasarkan data dari berbagai stakeholder.

Selain itu, 5 Program tersebut tentu tidak hanya sebatas teks belaka. Tapi, ada simulasi implementasi program yang telah dijalankan dan benar-benar di rasakan dampaknya oleh masyarakat. Jadi, setelah terpilih nanti 5 Program tersebut tinggal dilakukan pengembangan dan penyesuaian ke berbagai wilayah yang belum menerapkan program tersebut.

Sehingga, nanti masyarakat tidak memilih berdasarkan popularitas kandidat belaka. Namun, karena sudah ada program simulasi yang dilakukan oleh para kandidat sebelumnya, masyarakat akan memutuskan pilihan mereka berdasarkan efektifitas, efisiensi dan relevansi yang mereka rasakan dari implementasi program simulasi yang di tawarkan tersebut.

Dari pembaharuan model kualifikasi tersebut akan berdampak kedalam fase kampanye yang dimana para kandidat tidak akan hanya menjual omong kosong belaka, melainkan mereka akan menawarkan pengembangan dan penyesuaian dari beberapa program yang sudah di simulasi kan kepada masyarakat.

Jadi, dalam sesi debat antar kandidat-pun, pembahasan para kandidat akan lebih terstruktur pada objek yang konkret (program simulasi). Bukan membahas hal-hal yang kurang substantif.

Akhirnya, selain mempunyai pilihan yang berlandaskan dampak program yang solutif, masyarakat juga bisa mendapatkan pendidikan politik yang berkualitas untuk pembangunan wilayah dan sumber daya yang berkelanjutan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun