Menyambut momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik di tingkat Provinsi atau Kabupaten yang akan dilaksanakan secara serentak sekitar bulan November tahun 2024 ini, Lagi-lagi kita hanya di sodorkan sebuah baliho-baliho, spanduk-spanduk ataupun poster dari beberapa kandidat kepala daerah yang akan berkontestasi.
Sayangnya, alat peraga kampanye tersebut bahkan nihil gagasan dan sebagian besar diantara kita masih mewajarkan budaya komunikasi politik seperti itu yang lebih memprioritaskan eksistensi daripada substansi.
Padahal, setiap daerah tentu mempunyai permasalahan masing-masing yang variatif dan sangat kompleks sesuai dengan kondisi daerah tersebut.
Pertanyaannya, apakah permasalahan-permasalahan itu bisa terselesaikan melalui penyebaran baliho-baliho atau spanduk-spanduk calon kandidat kepala daerah mulai dari jalan gang sempit sampai jembatan layang?
Tentu jawabannya tidak! Bukannya memberikan solusi untuk permasalahan, justru metode kampanye seperti itu malah menimbulkan permasalahan baru khususnya dalam ketertiban lingkungan dan berpotensi menjadi sampah visual yang menghalangi keindahan pemandangan alam ciptaan tuhan.
Kampanye Yang Gitu-Gitu Aja
Sejak awal kontestasi pemilu dijalankan, kita sebagai masyarakat tidak pernah benar-benar diberikan tawaran yang konkret dari calon kandidat untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan kita sendiri.
Kita terus-terusan saja dari dahulu sampai sekarang mau diberikan janji-janji yang minim bukti tanpa mengetahui sejauh mana kandidat itu mau membenahi permasalahan daerah kita sendiri. Mulai dari isu Sosial seperti naiknya angka pengangguran, fakir miskin, kelaparan sampai isu trend global seperti teknologi digital khusunya perkembangan artificiall intelligence (AI).
Bahkan lebih buruknya lagi, kita sudah merasa terbiasa jika suara kita sampai di komersialisasi oleh beberapa oknum yang memang mencari penghidupan di dalam sektor politik musiman seperti momentum Pilkada ini. Selain itu, mungkin diantara kita ada juga yang memang memanfaatkan momentum Pilkada ini dengan tujuan komersialisasi.
Ya, mari kita berkumpul sebanyak-banyaknya lalu kita tukar suara kita dengan sebuah "imbalan"! Angka kita, kita tukar dengan Angka!
Lagi-lagi, bukannya menjadi solusi tapi tindakan tersebut malah akan meningkatkan potensi korupsi apabila si kandidat itu terpilih nanti. Hal itu dikarenakan ongkos politik yang kandidat tersebut gunakan akan menjadi semakin besar dan tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan pada posisi jabatan yang akan dijalankan.