Mohon tunggu...
Diki Umbara
Diki Umbara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis dan Merayakan

Trainer/Blogger/Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Ujung Penantian Ajal

23 Februari 2014   19:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di Ujung Penantian Ajal
oleh Isyia Ulfa & Diki Umbara

Peluh jatuh dari langit yang hitam memperlambat gerak.
Jalanan riuh, semua hendak bergegas. Angin meniupkan aroma tanah basah.
Sementara di ujung peta, wajah-wajah lusuh menebarkan warna sendu.

Dewasa hingga kanak-kanak mengenakan pita merah.
Ada yang hendak mereka rayakan. Kepergian kata mereka,
kadang menjadi awal ketidakcemasan.
Tangan-tangan mungil tak lagi mengindahkan balon yang beterbangan.
Kami tak ingin kehilangan pegangan, katanya.
Walau tak terlalu cepat bila ingin berbagi senyuman.

Sebuah kado besar terbuka. Berlimpah harapan terburai. Tapi adegan rebutan itu tak ada.
Gumpalan cemas menyemut di mana-mana.
Di setiap mata sepercik api tersulut gelisah.
Padahal kaki belum juga selesai dicuci.

Semula lurus kini jadi lengkung. Semula bular kini jadi oval.
Asa sudah lesap. Karena khianat, harap jadi lenyap.
Lengan terjulur ingin tersungkur.
Sadarlah kini; nirkata tak guna bukanlah dongeng semata.

Di bawah senjakala yang makin menua, semua rebah,
mata terkatup, ajal menjemput dengan senyuman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun