Mohon tunggu...
Diki Umbara
Diki Umbara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis dan Merayakan

Trainer/Blogger/Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Beri Aku Satu Kata

14 Juli 2013   03:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:35 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

puisi Barikatul Hikmah & Diki Umbara

Kasat mata, tak kasat rasa. Sisa embun berlesatan menguar karena
angin, seperti itulah hatiku menghindar dari yang engkau ingin.

Di lembah kefanaan aku berjudi melawan nasib. Suam air mukamu
memantik terka: meski inginku dan inginmu tak satu rima, mampukah kita
satu kelana?

Memercik api kecil dari tapal kaki, cemas ringkik hendak berlari, dua
jiwa yang muskil melawan takdir. Nyatanya asa itu masih ada.

Sampai kapan? Tanyaku pada uluran kobar gelisah. Sampai kapan akan
kau dudukkan kabut di atas kursi raung relung jiwaku?

Ragu perlahan meluruh seperti sisa bebatuan kecil, terperosok karena
kuatnya getar. Gerimis gugur, palu-palu masih mengetam di bawah cahaya
matahari.

Jejakkan jawabmu lekas, sayang. Tak sanggup aku memangku panasnya
gelora yang tanak. Menera di setiap kata, menyela di setiap laku. Jadilah kita, yang mengubah aku dan kamu.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun